Dalam persiapan pernikahan yang bisa dibilang sangat singkat (3 bulan), saya menyadari ada beberapa pelajaran penting yang jadi refleksi saya pribadi. Berikut rangkumannya yang sudah saya tuliskan di sini
"A Cheerful and Warm Sunflower
Rustic Wedding with Some Personal Details"
Itulah kalimat yang sedari awal aku tentukan sebagai judul #haribahagiaCR. Mungkin kebiasaan nulis ya, jadi bikin planning pernikahan pun dimulai dengan bertanya: "kalau kamu mau kasih judul tentang acara pernikahanmu, satu kalimat apa yang bakal muncul?"
Nah satu kalimat itu kemudian jadi judul di angan. Kami sendiri sih paham betul pernikahan kami ga punya budget yang terlalu melimpah, juga tergolong sebentar, tapi masih pengen dibuat seberkesan mungkin. Intinya kan menyadari bahwa pernikahan yang hanya sekali seumur hidup sudah sepatutnya menjadi salah satu hari paling bahagia. Kebahagiaan itu bukan hanya tentang bagaimana membuat tamu terkesan tapi juga bagaimana membuat segala detail menjadi bermakna dan dikenang seumur hidup. Nah aku share concepting kami ya. Semoga berguna
---
Sedari awal aku sebagai mempelai
perempuan bertekad untuk bersenang-senang dan menjadi diri sendiri di hari
bahagia itu. Kesukaanku terhadap bunga matahari kami angkat sebagai tema
utama acara 21 Juli kemarin. Pastinya tetap ditambah anggrek dan lily yang diselipkan di buket bunga dan dekor gereja.
Selain tentang bunga utama, aku dan Riyan milih suasana apa yang ingin kita angkat. Apakah kesan mewah,
apakah kesan modern, apakah kesan minimalis, dan sebagainya. Dua kata yang
akhirnya kami pilih untuk keseluruhan wedding kami adalah: hangat dan ceria. Pilihan
ini bukan hanya karena kami ingin adanya interaksi yang hangat dan penuh tawa
dengan segenap tamu yang hadir, tapi juga karena itulah kesana para kawan dan
keluarga terhadap kami berdua. Ketika kami bagi konsep mood yang kami pilih, kakak perempuanku dan satu sahabat dekatku merespons kompak: “iya itu emang
kalian banget”.
Suasana ceria kami berusaha
wujudkan dari pre-wedding, morning session bersama bestman dan bridesmaid, konsep
wedding entrance, dan adanya joget Maumere bersama-sama.
Selanjutnya nuansa ramah, dekat,
dan hangat terwujud dari konsep coffee-time dan penulisan wishing card dari para tamu. Khusus untuk
prosesi pagi, kami membuat personal vow yang diucapkan sembari melakukan basuh kaki.
Coffee-time sendiri bisa dibilang
salah satu keputusan terbaik kami. Usai pemberkatan nikah, biasanya pengantin
menjamu tamu dengan nasi kotak atau catering. Kami berpikir itu akan
membosankan dan mengurangi kesempatan untuk mempelai ngobrol bersama tamu. Akhirnya
kami menjamu tamu dengan memanggil coffee booth dan snack corner. Selain karena
tamu bisa menikmati kopi susu dingin di tengah terik Surabaya, konsep ini
sangat tepat karena membuat tamu santai dan mempelai pun dapat mengobrol asik
dengan mereka.
Selain 1 tema yang secara visual
akan menonjol (penggunaan bunga matahari) dan 2 mood khusus yang diangkat, ada
lagi 4 konsep yang kami selipkan namun konsisten di keseluruhan acara yang kami
beri tagar khusus #haribahagiaCR.
Konsep pertama adalah penggunaan Bahasa
Indonesia. Ketika banyak wedding lain terobsesi menggunakan frase Bahasa Inggris
yang kerap dianggap lebih menarik, aku sendiri sedari awal membuat kalimat undangan,
kata sambutan, souvenir card, narasi video, seluruh playlist band, semuanya ber-bahasa
Indonesia. Hal ini menantang tapi justru seru. Aku pilih lagu lawas Chrisye “cintaku”
yang kebetulan juga lagu favorit (alm) papa yang cocok banget mendukung
nuansa ceria dan hangat tapi sekaligus tetap menggunakan bahasa Indonesia
dengan indah.
Kedua, konsep yang kami usung
adalah ramah lingkungan. Hal ini kami pilih karena sudah seharusnya momen
bahagia pun tetap minim sampah. Kami memilih gelas kertas untuk kopi,
menggunakan gelas kaca untuk air putih saat resepsi, memilih souvenir
zero-waste starter kit berupa alat makan tidak sekali pakai dan hand towel yang
bisa diandalkan untuk mengurangi penggunaan tissue. Pilihan lain yang kami
sepakati dari awal adalah tidak adanya pelepasan balon karena sudah paham betul
bahayanya pelepasan balon. Kami menggantinya dengan pelepasan dua merpati
putih.
Ketiga, adalah konsep “wedding
yang dikerjakan teman-teman sendiri”. Vendor photo adalah teman komunitas (grup Kami Tidak Penting) dan satu lagi teman kampus (FISIP Unair), WO pernikahan serta MC juga teman sekomunitas (IGNITE), dan band
pengisi resepsi adalah kawan persekutuan kampus (UK3).
Keempat dan terakhir, adalah konsep "Bineka Tunggal Ika". Terasa kocak ya, tapi sedari awal paham betul bahwa unsur cross-culture patut dirayakan sekaligus didukung dengan elemen lain. Tentang Chinese-Jawa, kami mengambil masing-masing satu tradisi. Dari adat Chinese tentu adalah prosesi teapai, sedangkan untuk adat Jawa kami memilih prosesi kacar-kucur yang manis maknanya. Konsep ini sudah dibangun sejak prewed. Lewat konsep prewed Cheongsam vs Batik dan Real Madrid vs Barcelona. Selain itu aku juga selipkan Kebinekaan lewat pemilihan baju Bridesmaid. Model dan warna yang beda satu sama lain, tapi tetap dalam colorboard yang sudah dipilih.
So, itulah beberapa konsep #haribahagiaCR. Semua bermuara ke mimpi pribadi, selera, dan pastinya kemampuan kami yang membiayai pernikahan sendiri. Berikut infografis rangkuman (klik kanan - tab baru jika ingin membaca dengan jelas).
Beberapa kawan bertanya tentang
#haribahagiaCR yang bisa sedetail itu, dan tips dari kami sederhana. Setidaknya
dua hal: pertama kenali diri baik-baik. Apa yang disuka atau tidak, apa yang
menggambarkan diri kita. Kedua, jadikan pernikahan untuk express diri kita bukan impress
orang lain. Pilihlah segala detail yang memang kita idamkan, sesuai
kapasitas, dan kita yakini kelak akan membuat kita tersenyum.
Sebagai orang yang tidak
terlalu punya passion di fashion, mengurusi
pemilihan gown dan make up adalah hal yang
paling tidak saya nikmati. Dream wedding gown saya
terlalu absurb: “simple”. Seperti biasa, semakin absurb apa yang
kita mau, semakin sulitlah mencari. Saya mensurvei cukup banyak bridal dan
ingin memberikan honest review tentang masing-masingnya.
- Top Four
Let’s start dengan empat
bridal yang rasanya paling sering dimention di setiap pernikahan yang (saya
rasa) kece. Tinara, House of Lea, Ovan Putri, Brides Gallery Shinjuku.
Tinara
Brides sudah berkiprah lama di wedding industry Surabaya,
menariknya saat saya chat tidak ada kesan ‘sok ga butuh klien’ dan sangat
ramah. Harga mereka di atas 15 juta namun dengan paket yang tergolong lengkap.
Keunggulan mereka menurut saya adalah variasi gown yang super banyak dan
rekanan MUA yang beragam. Saya punya satu mimpi sederhana yaitu dimake-up oleh
Jessica Jecky yang dulu adalah murid saya, kebetulan ia berpartner dengan
Tinara Brides. Sayangnya karena over-budgeting saya harus memasukkan impian
kecil “dimake-up-in Jessica” sebagai my unmet dream(s).
House
of Lea membuka harga sedikit lebih terjangkau dengan paket yang
juga 11-12 dengan Tinara. Pelayanannya pun oke. Paket mereka bisa jadi pilihan
oke kalau kamu ingin praktis untuk gown keluarga dan prewed dari satu tempat.
Ini adalah bridal yang
hampir saja saya pilih. Paket yang mereka tawarkan tergolong lengkap. Saking
saya sudah berniat untuk deal saya akhirnya kunjungi lokasi.
Saya cek pilihan gown mereka dan sayangnya kebanyakan sangat berat. Sedari awal
saya ingin enjoy dan banyak bergerak, sehingga gown yang berat langsung saya hapus
dari list. Pelayanan cukup oke.
Ovan Putri adalah
bridal yang menangani cece saya saat dia menikah. Sayangnya saat saya bertanya
pricelist, dia hanya mengirim gambar berupa harga dan detail yang akan
didapat customer tanpa menyapa atau bertanya apapun. Menurut
saya ini Bahasa lain dari “I don’t need any more client to deal with”
and yes, otomatis saya hapus dari opsi
((idem dengan deksripsi
tentang Ovan Putri))
Satu lagi bridal yang
saya sudah hampir dealkan apalagi mama saya jatuh cinta dengan dress
koleksinya. Sayangnya lagi-lagi koleksi gownnya yang membuat saya harus
mengurungkan niat untuk deal. Tapi vendor ini super recommended karena harganya
terjangkau dengan pelayanan yang juga telaten.
Gambar ini mungkin
memberikan gambaran lebih dulu betapa buruknya service mereka menurut saya.
Daripada saya menulis ulang here’s my comment about them yang
saya salin dari google review saya:
Vina menghadirkan paket
yang super terjangkau. Setengah harga dari bridal lain. Saya rasa tentu
mempelai akan tergoda. Saya datang, lalu mbak-mbak penjaga melihat saya dari
kaki hingga kepala. Ada satu cece di depan entah siapa juga hanya diam. Tidak
responsif samasekali. Masuk, saya ke bagian tempat fitting. Ini worst ever
deh!!
1. Mbaknya
males-malesan. Dalam arti sesungguhnya. Heran deh. Ga ada niat dan semangat
buat kasih service. Harga paket Vina yang saya mau ambil masih
above 10, jadi rasanya ga pantas ya diperlakukan seperti itu.
2. Tidak tahu caranya
berdiskusi. Saya bahas soal ring petikut (sorry for the spelling) bahwa saya
mau empat saja. Dan mereka merespons seakan saya orang yang tidak paham
samasekali. Alih-alih demikian mereka bisa kok tanya kenapa saya cuma mau ring
empat, coba mendengar customer bukan ngotot dengan attitude ga jelas.
3. Satu mbak lain (dari
dua yang melayani) membuat saya menunggu karena dia main HP. Oke ini masih
termaafkan, parahnya dia main HP saat di fitting room (dalam tirai tempat kita
lepas baju untuk fitting) yang notabene dia bisa curi foto atau apapun. That's
creepy!!
4. Di luar ruangan itu
ada ci Vina, dan seharusnya dia melihat bagaimana saya keluar dengan jengkel.
Mungkin bridal ini kasih
murah, bahkan rusak harga persaingan di Surabaya. But here's I tell you: they
are so awful and do not deserve you (any of you). There are still many many
other bridal with affordable price yang kasih service dengan hospitality dan
humility. So, again, since this is my first 1 star review, I encourage everyone
who has business (Ci Vina is no exception) train your staff properly. Let them
learn, that no matter money customers will give you, they are human. They
deserve good attitude.
Saya ga sampai tanya
harga di vendor ini serta membatalkan untuk visit karena instagramnya not
really representative koleksi gaun mereka. Hal yang menyebalkan lainnya adlaah
mereka private akun IG mereka tapi di saat yang sama mereka buat banyak sekali
akun lain untuk spamming foto wedding gown comor internet
dengan berbagai hashtag. Saya sampai harus blok satu per satu agar pencarian
saya ga terdistraksi akun promote mereka. Duh!
Buat yang sedang ingin
custom wedding dress, bridal ini adalah pilihan tepat. Harga mereka super
reasonable dan pelayanan ramah. Sayangnya karena tergolong baru, mereka belum
punya banyak koleksi untuk mom, sister, atau prewed.
Bridal satu ini emang
tergolong baru, namun brandingnya yang sesekali mention tentang “affordable”
memang real mereka buktikan. Ini adalah vendor yang akan saya pilih soal gaun
dan make up, andai saja tahu lebih awal sebelum saya deal satu vendor lain.
Ko Herman adalah
designer yang gaunnya ga jarang dipakai oleh artis ibukota. Dia punya banyak
sekali koleksi gaun untuk mama, engagement, prewed, photo session, dan wedding
gown. I still choose to recommend this vendor, terlepas dari kesan
kurang ramah pelayanan orang-orangnya.
Kalau mencari gaun
sederhana dan terjangkau, vendor ini mungkin perlu kamu masukkan di list mu.
Sayangnya, selain tidak sreg dengan gaun mereka, menurut saya pelayanan mereka
masih sangat butuh di-improve. Saat saya ke sana mereka amat kikuk dan
membuat saya juga tidak nyaman tentunya.
Another vendor yang saya
rasa mirip ko Herman sahara, karena tipenya gaun designer. Pelayanan sangat
baik, diberi complimentary drink yang ga main-main. Tipe showroom-nya juga super
megah. Sayangnya mereka ga mengizinkan foto, and I will tell you this: ini akan
sangat merepotkan. Bagaimana kamu mendiskusikan sebuah gaun untuk
dipertimbangkan jika kamu hanya mengandalkan ingatan visual? Huft
Nah itulah sekilas
rangkuman bridal yang saya survei. Banyak ya? Ini bukti betapa saya jarang mudah mantap kalau memang belum punya bayangan yang spesifik. Lalu mana yang
akhirnya saya pilih untuk hari H? Tunggu blogpost berikutnya ya. Semoga info
ini bermanfaat, dan seperti biasa feel free to contact me kalau mau tanya-tanya
ya :) @adiss_cte
Ketika saya dan pasangan sudah
sampai di titik mantap “oke mari menikah” kami langsung berhadapan dengan serentet tanda tanya yang mengantre untuk dijawab.
“dilaksanakan dimana’
“bagaimana acaranya”
“bina pranikah dimana”
Dan seterusnya, selanjutnya,
sebagainya..
Tentu tidak ada rumus saklek
tentang ini, bahkan durasi mempersiapkan pernikahan juga beragam. Kami termasuk
pasangan yang kilat mempersiapkan acara pernikahan, dengan total bersih
persiapan 3.5 bulan. Selalu ada plus minus atas pilihan, membandingkan dengan
teman yang sudah menyiapkan enam bahkan setahun sebelumnya. Semakin panjang proses persiapan maka, pemilihan vendor pun jauh lebih leluasa. Sedangkan dengan waktu yang singkat, sisi plus yang kami rasakan adalah kami punya banyak waktu sebelumnya
untuk fokus ke kehidupan pasca resepsi. Seperti saya yang fokus freelance untuk
menambah tabungan, dan Riyan yang meningkaptkan kinerjanya hingga dianggap
layak mendapat ‘bonus’. Sekali lagi, ini perkara pilihan.
Nah saya akan bagi urutan saya
mempersiapkan acara pernikahan siapa tahu jadi gambaran.
1.
The important thing should be done first
Pesta memang menggairahkan untuk
dikerjakan, tapi jangan abaikan dua hal utama yang membuat hidup rumah tanggamu
ga digrebek orang sekampung atau dinyinyirin sana sini: urus persyaratan secara
agama dan pemerintah. Saya dan Riyan cukup beruntung mengurus di Surabaya
dengan proses yang cepat, mudah, dan gratis.
Secara agama, khususnya secara
syarat pemberkatan, kami harus lebih dulu mengikuti bina pranikah.
Intinya harus diselesaikan dulu
yang merupakan syarat administratif sambal mulai membayangkan bulan dan tempat acara.
2.
Pilih bulan dan venue
Sedari awal pilihan waktu
pelaksanaan pernikahan kami longgarkan dengan menentukan bulan, tanpa tanggal
lebih dulu, supaya rentang lebih banyak sembari mempertimbangkan availability
venue dan vendor-vendor lain. Juli adalah prioritas kami.
Saat survei venue, hati kami
terpaut ke Barn Event Hire. Tempat a la rustic itu mengakomodir
impian outdoor wedding saya dan menawarkan paket yang menarik. Saat ditanya,
ternyata hanya tersedia empat pilihan tanggal karena yang lainnya sudah booked
untungnya pilihan tanggal di bulan Juli masih tersedia, ini berarti strategi untuk
hanya memilih bulan memang bikin lebih minim
baper dan fleksibel untuk kemungkinan yang ga terduga. Catatan banget nih
buat kalian yang memang mau melangsungkan resepsi di lokasi yang famous lebih baik survei dan deal jauh-jauh hari.
3.
Membuat rundown kasar hari H atau deal WO
Menurut saya hal ini penting
untuk dilakukan sebelum detail yang lain karena berpengaruh ke banyak vendor
lain. Misalnya, apakah membutuhkan retouch make up atau tidak, apakah perlu
kembali ke hotel atau tidak, apakah perlu pesan makan siang atau sekalian di
resepsi saja, dll dst dsb. Buatlah rundown dengan berdiskusi ke pihak
pemuka agama tentang pelaksanaan akad / pemberkatan untuk memastikan mereka pun
tidak keberatan dan tidak berhalangan di jam tersebut.
Kalau kamu menggunakan jasa
wedding organizer, serahkan job ini ke mereka. Saya sendiri baru deal WO H-2
bulan. Ketika berhadapan dengan tim WO, saya sudah punya rundown saya sendiri,
selain itu bisa digunakan agak menego harga (karena mengurangi job-desc
mereka), rundown yang dibuat sendiri membuat saya saat di hari H sangat mandiri
untuk tahu di jam tersebut seharusnya melakukan apa.
4.
Siap cetak undangan
Setelah rundown kasar ada dengan persetujuan
keluarga dan pemuka agama, artinya undangan siap dicetak. Hal ini perlu
didahulukan karena sepengalaman saya kemarin, belum banyak vendor undangan yang
bisa menyelesaikan undangan kurang dari sebulan. Proses cetak hingga finishing tercepat saya temui adalah satu bulan, sedangkan proses pengajuan desain hingga fix sangat tergantung pada masing-masing orang.
5.
Berbagai detail lain
Sembari memastikan desain undangan
dan menantinya diproses/dicetak, mulailah memastikan: budget total maksimum dan konsep acara. Budget total maksimum juga bisa dibreak-down dengan budgeting di masing-masing hal. Misalnya, untuk jas maksimal 2 juta, untuk fotografi maksimal 10 juta, dan sebagainya. Hal ini SANGAT menolong saat nego harga dan pilih pilah vendor. Saran saya, gunakan spreadsheet untuk memantau segala sesuatu tidak terlewat.
Bayangan konsep acara juga akan
mengurangi banyak kepusingan lain. Misalnya konsep saya: ramah lingkungan, saya
tidak banyak mensurvei souvenir dan sedari awal ingin menghadiahkan para tamu
benda sederhana yang sekiranya menolong saya dan mereka dalam mengurangi
sampah. Konsep saya yang lain adalah: "dikerjakan oleh teman-teman" maka urusan band dan fotografi saya langsung menghubungi teman saya dan tidak lagi menghabiskan waktu dengan survei sana sini.
Seperti banyak hal dalam hidup, semakin jelas apa yang kamu mau, maka
akan semakin mudah kamu memutuskan segala sesuatu.
You’ll miss everything dalam
persiapan acara pernikahan, jadi nikmati sebaik-baiknya. Jangan lupa: bertemanlah
dengan para vendor, sebab ketika mereka merasa dihargai dan menganggap kita
teman mereka sendiri, mereka akan mengerjakan something extra and surprise you. Next saya akan share honest review dari masing-masing vendor yang menggarap pernikahan saya di Surabaya.
Saya siap diajak berdiskusi
tentang persiapan pernikahan, karena ada secuplik passion saya di sini. You can
reach me by follow my Instagram: @adiss_cte
See you!
Narasi yang dibuat saat perjalanan menuju make-up prewed
Voice over yang direkam di sebuah kafe teduh di Depok
Direkam dengan menyenangkan bersama kawan dan pasangan
Saya pribadi sering menyayangkan video prewed yang hanya diisi potongan rekaman visual tanpa dengan jernih memberi tahu 'penonton' kisah pasangan. Menyadari hal itu, sedari awal saya bertekad membuat konsep storytelling dengan menceritakan tentang proses relasi kami, beberapa perbedaan, ucapan terima kasih, dan pastinya pernyataan iman kami ke Tuhan.
Gayung bersambut @joephotographie dan Eunoia video ternyata sedang ingin mencoba konsep video serupa. Mereka antusias karena akhirnya menemukan pasangan yang mau merekam suara sebagai latar video.
Memang ya, niat baik akan dipertemukan dengan tangan-tangan baik :) terima kasih sudah bersenang-senang denganku. Dan kamu yang sedang membaca, kalau suatu hari merasa butuh dibantu untuk membuat narasi, silakan kontak saya *eh kok ngiklan.
Januari
Menjadi Pandu sidang PGI di Palopo
Pengalaman ini menjawab rasa
penasaran saya tentang PGI dan siapa sangka melahirkan banyak pengalaman
berharga dan teman-teman baru dari segala penjuru
Eksplor Maros, Makassar, dan Toraja
Mencari satu teman penduduk lokal
lalu berjalan bersama-sama dengan sepeda motor, adalah salah satu keputusan
traveling terbaik.
Februari
Mengisi workshop menulis perdana
Bertempat di GKI Pinangsia,
Jakarta, impian kecil awal tahun mulai bersambut restu Pencipta.
Maret
Panggilan kerja pertama dalam rangkaian #kerjadiJKT
Lowongan yang didapat dari
seorang teman ini sebenarnya meminta sarjana Teologi sebagai syarat. Namun saya
beranikan mencoba, sayangnya tetap tidak memenuhi kebutuhan pemberi lowongan.
April
Naskah dibukukan
Magdelene mengirim email di awal
April untuk menginfokan bahwa satu tulisan saya terpilih untuk dibukukan dengan
naskah-naskah lain yang pernah terbit di portal tersebut.
Kelas Menulis kedua
Jobhun Surabaya mengundang saya
untuk mentoring tentang menulis di dunia digital
Liputan dari idn times
Profil saya tayang di idn times
sebagai salah satu cerita hasil liputan untuk merayakan ‘bulan perempuan’
Gili Ketapang
Memanfaatkan libur UNAS, saya
sendirian berpelesir ke Gili Ketapang dan mengeksplornya sendirian sepanjang
hari.
Mei
Episode akhir Perjuangan #kerjadiJKT
Saya bolak-balik
Surabaya-Jakarta-Surabaya dengan beberapa proses seleksi baik sebagai editor
ataupun guru. Sempat dipanggil hingga tahap kedua oleh Kompas Gramedia, sayangnya gugur sebab saya dengan sangat terpaksa meminta reschedule untuk proses selanjutnya. Tepat tanggal 29 Mei, pencarian berakhir. Sebuah sekolah di
Jakarta Utara dipilihkan Tuhan untuk menjadi tempat saya berproses selanjutnya.
Liputan dari Jobhun
Setelah bertemu di bulan April,
mereka meminta saya berbagi untuk rubrik #ceritakarier di website mereka.
Juni
Mulai pindah ke Jakarta
Sebuah tapak baru akhirnya
dimulai, tepatnya di tanggal 22. Perasaan di masa-masa itu tidak lain penuh
percampuran antara rasa antusias dan kecemasan. Terus mengingatkan diri sendiri: "aku akan baik-baik saja".
Tulisan publish di Majalah Berkat
Pelesir ke Pulau Seribu
Sebuah perjalanan mendadak dengan
beberapa teman yang juga sama impulsifnya dengan saya.
Juli
Menyambut (dan disambut) komunitas baru
Rutinitas di pekerjaan penuh
waktu dimulai. Tanpa lama, menemukan beberapa teman dekat untuk berdiskusi baik
di dalam atau luar lingkungan sekolah. Murid-murid yang menjadi rekan belajar
juga tak kalah serunya.
Agustus
Hal-hal kecil yang membahagiakan
Nonton ASEAN Games, balik pakai
iPhone, tulisan nongol di buku acara Festival Sastra Kristen yang digagas oleh
PGI, dan mulai menggarap proyek sebagai copy writer freelance
September
Kelas Menulis Ketiga
Menjadi pembicara di kelas
menulis di kampus Marturia Jogja. Senang sekali bisa berkunjung ke Jogja,
mendapat feedback positif, bahkan mempersiapkan kelas selanjutnya.
Oktober
Kelas Menulis Keempat
Bertempat di Sekolah Penabur Internasional,
kelas menulis kali ini adalah rangkaian dari Ibadah Raya Pemuda GKI se-jakarta.
Peserta tergolong sedikit, namun tetap saja ada yang akhirnya bergabung menjadi
kontributor dan berkarya bersama-sama.
November
Project ke Lapas Anak
Untuk tugas akhir siswa, saya
bersama beberapa guru dan siswa IPS kelas 11 dan 12 berbagi kasih dan keceriaan
di lapas anak. Kegiatan ini menjadi pengalaman perdana bagi saya, pun bagi
mereka.
Gagal CPNS
Ketiga kalinya.
Desember
Kelas Menulis Kelima
Awal Desember dibuka dengan
sangat menggembirakan sebab boleh mengisi lagi-lagi di Jogja. Acara ini digagas
oleh GKI Gejayan, dan mempertemukan saya dengan tiga pembicara hebat lainnya.
Sebuah momen istimewa sebagai ending dari rangkai perwujudan mimpi “berbagi soal menulis” di
2018. Menanti episode 2019.
Little Pause, Comma Books
Akhirnya mengikuti kelas menulis yang
semuanya di luar zona nyaman bahasa sehari-hari saya dalam menulis.
Liburan dari pantai ke gunung
Menutup tahun dengan pelesir
singkat di bawah terik matahari pantai lalu sejuk pegunungan. Perfecto!
Dengan rangkai suka dukanya, 2018 adalah tahun yang sangat saya syukuri. Doa terwujud, hobi terus digeluti, teman bertambah, tubuh sehat, dan ditambah beberapa pintu berkat lain. Semoga 2019 Tuhan masih terus berwelas asih memberikan segala kemampuan untuk mewujudkan mimpi :')
2019, bring it on!
Dengan rangkai suka dukanya, 2018 adalah tahun yang sangat saya syukuri. Doa terwujud, hobi terus digeluti, teman bertambah, tubuh sehat, dan ditambah beberapa pintu berkat lain. Semoga 2019 Tuhan masih terus berwelas asih memberikan segala kemampuan untuk mewujudkan mimpi :')
2019, bring it on!
Dalam 350an hari sebelum tulisan ini dibuat, banyak pelajaran yang Tuhan beri bersamaan dengan peristiwa dan momentumnya masing-masing. Namun setelah dihayati dengan lebih tenang, 2018 saya terbagi menjadi empat babak dengan pelajaran khas-nya masing-masing.
Izinkan sekali lagi secuil kisah hidup saya bagi di blog usang ini. Terima kasih telah menjadi teman.
Izinkan sekali lagi secuil kisah hidup saya bagi di blog usang ini. Terima kasih telah menjadi teman.
1. Berdamai dengan ketidaksepakatan
dan merayakan kesediaan mendengar
Surabaya, Januari-Mei 2018
Satu semester terakhir di tempat
kerja saya yang lama bisa dibilang sangat sulit. Akibat banyak kegiatan yang
saya ikuti berhubungan dengan menulis dan pengembangan diri (yang rata-rata
tidak dilakukan di Kota Surabaya), saya harus dengan sabar menelan banyak
sinisme rekan kerja. Belum lagi antara Maret-Mei saya harus bolak-balik
Surabaya-Jakarta dan tentu sebagian di hari efektif.
Di titik itu saya belajar, semua
orang di sekitar kita bisa dengan sangat mudah menghakimi. Mereka bisa dengan
enteng bermain asumsi dan bergosip. Stay
above them. Walaupun dicecar banyak luka saat itu, saya belajar bahwa
ketika kita tidak sanggup menjelaskan satu per satu alasan atas sebuah
keputusan, ketika kita tidak punya cukup kerelaan
untuk membagi pergumulan ke orang yang kita rasa tidak dekat, maka kita harus
belajar berdamai dengan ketidaksepakatan bahkan tuduhan yang terasa kejam.
Di tengah
pergulatan itu, saya sempat senang sebab beberapa orang berusaha
melakukan konfirmasi atas asumsinya dengan mengajak saya bicara. Awalnya saya
kira itu untuk mengetahui sudut pandang saya, namun sayangnya alih-alih ditujukan
mengurai kesalahpahaman, kadang dialog diinisiasi seseorang semata untuk
memberitahu bahwa kita salah dan dia benar. Awal tahun ini saya
diingatkan
“the biggest communication problem is we do not listen to understand. We listen to reply.”
Ketika kita sudah kerap
dikecewakan sebab kita tidak didengarkan, maka saya rasa cara terbaik untuk
memutus rantai itu dan wujud pengampunan sesungguhnya adalah dengan belajar
menjadi pendengar yang lebih baik. Kesediaan
“mendengar” sejak saat itu akhirnya menjadi
satu kualitas yang saya usahakan untuk diri saya sendiri di sepanjang tahun ini
dan jadi kualitas yang saya hargai dari diri orang lain. Sangat saya hargai.
2. Allah memang selalu punya cara
Menuju Jakarta, April - Mei 2018
Sedari awal tahun dan pasca gagalnya CPNS kedua kali, saya tahu ada tanggungan penting yang harus dikerjakan: mencari kerja di Jakarta. Usaha yang
saya beri judul #kerjadiJKT menjadi agak drama karena terselip di dalam hati: “Tuhan kalau boleh tahun ini beri pengalaman pekerjaan selain guru. Dan tolong, sebelum Juni sudah datang kepastian.”
Harapan itu mengarahkan usaha
saya untuk melamar sebagai editor di beberapa tempat sembari melamar di sekolah.
Sayangnya, saya makin tahu ke mana Dia mengarahkan dengan hilangnya kesempatan
menjadi editor penuh waktu di salah satu penerbitan terbesar di Indonesia sebab
saya meminta reschedule wawancara
usai lulus tes tulis. Akhirnya saya berlabuh di sebuah sekolah dengan sebuah simbolik legal yang sulit dibantah: tanda
tangan kontrak. Tepat di akhir Mei. Kejadian ini membuat saya tahu Dia mengabulkan doa saya tentang “kepastian
sebelum Juni” namun agaknya masih menggeleng tentang “kerja penuh waktu selain sebagai
guru.”
Tanpa perlu mendetailkan rinci
kronologisnya, saya belajar bahwa Tuhan
selalu punya cara-Nya sendiri untuk menghantarkan kita ke tempat yang Dia
siapkan. Kadang itu mengundang tawa, kadang membuat kita jantungan, kadang
memancing kernyit alis seraya berujar “ga
salah nih, Tuhan?”
Salah satu kejadian paling bercanda adalah momen berderingnya gawai tepat saat saya keluar dari lift lantai empat sekolah lama. Momennya dramatis semacam sinetron, kalau saya ingat. Sebuah telepon dari website anak muda yang sedang sangat maju di Indonesia. Panggilan dari mereka tidak bisa saya penuhi mengingat saya sudah tanda tangan kontrak sesaat sebelumnya. Lalu pihak penelpon berkata cukup kecewa dengan hal itu. Saya jadi ikut agak kesal kenapa juga lamaran yang sejak lama baru ditindaklanjuti hari itu. Respons mereka membuat saya terdiam: "kami sudah berkali-kali mencoba menelpon namun tidak pernah berhasil."
Alih-alih sedih, saat itu saya tahu persis bahwa Tuhan masih ingin saya jadi guru. Selama ini banyak telepon masuk baik-baik saja, bagaimana mungkin mereka gagal? Saya tahu persis Siapa yang bisa membuat skenario sebercanda ini.
Tuhan mungkin mengajak bercanda
secara skenario, tapi Dia tidak sekalipun bercanda untuk memenuhi janji-Nya
bahwa Dia akan menjalankan dengan sempurna semua rencana baik-Nya.
3. Allah peduli harapan yang diam-diam ada
di hati
Jakarta, sejak Juli 2018
Ingat baris doa permohonan saya di poin sebelumnya? Walaupun tetap menjadi guru sebagai pekerjaan penuh waktu di tahun ini, terungkap dalam prosesnya ternyata Tuhan mengabulkan juga keinginan saya untuk 'bekerja' di bidang menulis. Seorang kawan yang mengenal saya dari IGNITE memberikan peluang untuk saya menjalani side job sebagai Copy Writer. Ini poin pertama yang membuat saya tahu, Tuhan peduli sekali dengan keinginan dalam hati saya. Bahkan tanpa saya apply, kesempatan itu datang. And of course, I couldn't ask for more.
Salah satu hadiah terbesar dari
tempat kerja saya saat ini, adalah bertemu dengan orang-orang yang punya minat
serupa. Atau setidaknya, mau mencicipi kecintaan yang serupa. Selama empat tahun di sekolah lama saya
merasa kesepian sebab tidak ada yang benar-benar bisa saya ajak untuk bergairah
tentang menulis. Tapi benar, lagi-lagi, Tuhan
peduli bahkan terhadap kerinduan yang diam-diam ada di hati.
Di satu siang, saya menceritakan
tentang ini ke pak Sur (seorang rekan guru yang kini juga aktif menulis di laman IGNITE) bahwa saya senang sekali mengundang rekan kerja
untuk menjadi rekan sehobi. Bagi saya, beliau dan beberapa rekan lain telah jadi
hadiah. Telah jadi pengabulan doa. Lalu saya ingat beliau balik bercerita bahwa
guru senior yang saya gantikan adalah penulis banyak buku puisi, telah mengajak
sedemikian rekan-rekan guru untuk menulis. Hingga beliau pensiun, beliau tidak
melihat harapannya terwujud. “Lalu miss
datang, dan tanpa lama sudah mengajak beberapa orang aktif menulis. Saya rasa
miss itu jawaban doa beliau.”
Saya tahu,
hanya anugerah yang memungkinkan skenario macam ini. Ada kalanya kita menjadi sangat takjub saat menyadari
bahwa dengan keberadaan diri kita apa adanya, termasuk dengan segala kecintaan
kita yang terasa biasa saja, ditambah keterbukaan untuk bertumbuh bersama,
Tuhan bisa pakai menjadi secuil berkat bagi sebuah komunitas.
Akhirnya, harus diakui betapa
misteriusnya cara kerja Pencipta merangkai sesuatu. Misalnya dengan bagaimana Dia membuat beberapa manusia bertemu dan mengetahui bahwa mereka telah menjadi
hadiah, untuk satu sama lain. Dan betul memang:
Hadiah terbaik adalah saat kita
tahu bahwa kita juga diperhitungkan sebagai hadiah.
4. Bersahabat dengan tanda tanya
Jakarta, Oktober - Desember 2018
Tiga bulan
terakhir saya didera banyak pertanyaan. Saya beri contoh: Mengapa kita harus menikah? Untuk apa sebenarnya mempunyai anak? Apakah
dia meninggal sudah dengan mengampuni? Mengapa kita tidak hidup nomaden saja?
Serbuan
pertanyaan lain juga berlomba minta dijawab dengan beragam subjek dan kata
tanya yang mengiringi. Cuitan saya di media sosial jadi penuh kegalauan,
jerawat menyerang tanpa ampun, dan hubungan saya dengan pasangan terkena imbas
pula.
Kalau
dipikir mungkin ini akibat liarnya pikiran saat waktu kosong yang melimpah saat di Jakarta, yang
akhirnya digunakan baik untuk menonton film indie di daerah Cikini, membaca
buku (yang juga ga banyak-banyak amat), dan merenung sendiri di taman.
Seiring
makin kencangnya pertanyaan, saya mulai membagi keluhan ke beberapa orang.
Uniknya, ada tiga respons yang saya dapat. Pertama, kesan "ya ampun kurang
kerjaan sekali mempertanyakan itu"; kedua, "itu bagus, perlu emang
demikian"; ketiga, "bagus, tapi hati-hati".
Sependek
usia pergumulan ini, saya rasa respons ketiga adalah yang paling tepat. Kita
harus bersyukur ketika ada titipan rasa penasaran, yang artinya akan ada upaya
berdialog. Dengan subjek yang kita pertanyakan dan Tuhan sendiri. Saya teringat
bagaimana Ayub berdialog dengan Tuhan, dan dari sana Ayub menyadari tak ada
lagi alasan untuknya meragukan Pencipta.
Beriringan
dengan syukur, tetap perlu rasa waspada. Harus diakui ada jenis pertanyaan yang
muncul karena kita kurang bersyukur. Ada juga jenis pertanyaan yang sebenarnya
murni kekepoan yang tidak konstruktif
semacam pengandaian terhadap apa yang sudah lewat. Dan pastinya tipe pertanyaan
demikian tidak layak terhadap waktu dan energi kita. Legowo, kemudian jadi opsi
tunggal.
Mau tak mau
kita akhirnya perlu merapikan isi kepala. Membuat daftar tentang pertanyaan apa
saja yang akan tetap kita perjuangkan jawabannya (beserta bagaimana menemukan
jawabannya), dan pertanyaan mana saja yang akan kita ikhlaskan untuk tetap jadi
misteri.
Sebenarnya
ini menjengkelkan sekaligus menantang. Bayangkan ada insting anak kecil yang hinggap kembali untuk mempertanyakan banyak
hal, bukankah ini menyenangkan dan melelahkan di waktu yang sama?
Di tengah polemik dalam kepala, ada satu
yang paling mendamaikan: bahwa di sela segala tanda tanya, Tuhan memelihara.
Kita diperbolehkan merangkul kebingungan sebagai sebuah kesempatan untuk makin
akrab dengan-Nya. Untuk berdialog dan menjadi manusia yang menjalani sesuatu
dengan sadar penuh.
Sebuah
konklusi
Selain empat pelajaran sentral tersebut, masih banyak pelajaran lain yang tidak kalah saya syukuri. Baik dari murid-murid yang menyenangkan (dan mengetahui banyak hal lebih dari saya), dari rekan yang tanpa perlu waktu lama bisa cocok dan saling membagi cerita, dari komunitas ataupun #jelajahhariini yang saya lakukan di akhir pekan di Jakarta.
Tahun 2018, akhirnya, sama seperti tahun yang lalu dan berikutnya: selalu ada waktu untuk suka dan
duka. Ada pencapaian tapi ada juga kekalahan.
Ada kalanya merasa dikecewakan tak lain untuk berlatih mengampuni;
di lain waktu merasa kalah, hingga sadar hidup juga bukan pertandingan;
atau masa saat kita kehabisan kata-kata karena melihat betapa murah hatinya Pencipta peduli bahkan atas permintaan sederhana yang bahkan lupa disebut di doa.
Saya yakin
hidupmu juga demikian, ada air mata dan ada gelak tawa. Semoga, tahun yang
sudah berjalan dengan pelajaran yang setiap orang pasti berbeda tetap bermuara
pada dua pengakuan yang sama: Pertama, Tuhan sayang kita. Kedua, Tuhan sanggup
melakukan segala sesuatu (termasuk untuk memproses kita) dan tidak ada
rencana-Nya yang gagal.
Sudah
berulang kali saya terheran bagaimana sebuah relasi diakhiri hanya berlandaskan
alasan: “hello temanku bukan cuma dia” atau kalimat semacam ini “emang dia kira
aku butuh dia! Masih banyak temanku yang lain yang lebih baik.”
Di
era kekinian, alasan tersebut dikemas dalam dalih semacam ini: “kalau ga cocok
ya silakan unfollow” // “kalau merasa terganggu, boleh delete contact”
Sejatinya kalimat-kalimat itu daripada berkesan dewasa menjauh
dari konflik, justru bentuk kemalasan luar biasa. Kemalasan berproses. Kemalasan
berdiskusi. kemalasan... mempertahankan relasi.
Padahal ketika ada orang yang tidak sepaham dengan kita,
sebenarnya kita bisa membuat jembatan untuk berbicara dan bertukar pandangan. Sebuah
prinsip saya ingin terus hidupi: "kalau aku benar, belum tentu orang lain
salah".
Ketika tulisan saya disanggah habis-habisan, atau ketika
seseorang merasa tidak pas dengan perilaku saya, dengan sadar penuh saya
menolak untuk terjebak pada kemalasan yang saya sebut di atas. Walau dibutuhkan
latihan hati berulang kali, saya tidak akan segan membuka ruang dialog dan
berlatih tidak pelit untuk meminta maaf. Saya melakukan itu sejatinya karena paham
bahwa relasi saya dengan seseorang lebih berharga daripada gengsi untuk meminta
maaf dan jauuuuh lebih berharga dari kekerasan hati untuk emnahan ruang diskusi.
Teman saya yang super flegmatis kerap terheran bagaimana saya tidak anti
dengan konfrontasi dan ketika saya jelaskan, dia paham bahwa itu semua
berjangkarkan sebuah iman bahwa saya dan orang sekitar saya dapat mendewasa
bersama. Di saat yang lain, seorang kakak senior mengapresiasi pilihan saya
untuk menegurnya empat mata alih-alih menjadikannya sebagai bahan gosip.
Semua prinsip saya dalam berelasi, yang menolak untuk bergosip
dan membuka ruang diskusi walau kadang berujung konfrontasi, dimulai dari
kesadaran bahwa Tuhan menciptakan kemampuan komunikasi pada manusia, salah satunya
untuk mendamaikan gesekan. Bukan justru sebaliknya.
Saya teringat satu peristiwa ketika saya di Palopo. Di rumah yang saya tinggali, ada satu meja ruang tamu pecah sebab terlalu lama dibebani kuah bakso panas yang teman saya beli. Saya kira keluarga di tempat itu akan membuang pecahan tersebut, atau menutupinya dengan taplak di sisi yang pecah, atau mudahnya.. beli saja yang baru. Namun yang dilakukan teman saya sepenuhnya berbeda. Mereka mencari lem kaca dan mulai mengelem kembali pecahan kaca itu di posisi semula. Saya kaget dengan keputusan itu, namun dengan segera bergabung lalu berkeringat bersama, mengipas hingga menggunakan hair dryer untuk membuat lem segera kering.
Kejadian ini sangat membekas di benak saya karena satu hal, bahwa itu adalah pilihan tidak populer namun sarat makna. Dibutuhkan sebuah keterampilan khusus untuk memperbaiki alih-alih mengambil jalan pintas “beli saja yang baru”.
Sedari awal saya tahu saya akan menulis soal insiden meja pecah ini, maka saya sempatkan untuk mengabadikan kejadian tsb dalam rekam gambar. |
Bayangkan betapa banyak relasi yang dapat dipulihkan ketika
semua berprinsip yang serupa: coba
perbaiki dulu. Sayangnya, banyak orang yang hanya ingin dikelilingi oleh
mereka yang sepaham dan sependapat, sehingga ketika perbedaan mencuat mereka
memilih jalan malas: “ya sudah berhenti saja berteman denganku, ga papa kok.”
Banyak orang yang lebih suka “membuang” daripada “memperbaiki” atau setidaknya “mencoba
memperbaiki”.
Beberapa waktu lalu saya menikmati notes dari seorang pendeta
yang menjelaskan tentang anggapan miring soal kampus yang beliau bina. Daripada
berkata, "ya sudah kalau tidak sepakat, tidak usah masuk kampus ini,” beliau
justru memberi penjelasan, dan mengundang orang lain mengenal kampusnya lebih
dekat. Saya respect sekali dengan tindakan macam ini. Bukan berarti semua keputusan
kita perlu dijelaskan. Energi kita terbatas untuk itu. Hanya, ketika ada orang
mempertanyakan atau menyalahkan, maka baiklah kita menjelaskan. Ini juga
bukan tentang keeping toxic person, ya! Sebab ada beberapa orang yang mungkin
sepahaman dengan kita, tapi membawa aura negatif. Untuk orang demikian maka
layaklah memberi jarak interaksi.
Kita harus terus ingat, agaknya, bahwa manusia menajamkan manusia. Kalau sampai akhirnya, kita masih suka
bergosip, suka senewen ama keputusan orang, suka berpikir negatif hanya karena
beda pandangan, dan tidak tahan kritik, mungkin itu semua karena kita terlalu
mudah menyerah. Kita meniadakan perbedaan. Kita memuluskan lingkungan. Kita
mengusir orang-orang yang akan menajamkan. Saya suka satu quote ini, sebuah bentuk percakapan ketika seorang muda bertanya ke pasangan oma-opa, rahasia awetnya hubungan mereka.
“how did you manage to say with your spouse for 65 years?”
“because we were born in a time when if something was broken we would fix it, not throw it away”
Jika kita tidak memberi diri buat terluka dan gemar membuang,
jika kita begitu mudahnya menyerah, dan jika kita ingin bertumbuh namun selalu
di zona nyaman, maka sampai ladang gandum dihujani meteor coklat dan jadi koko
crunch, kita akan jadi pribadi yang sama. Tidak ada penajaman yang signifikan.
Umur bertambah, karakter tidak.
Maka mari bersyukur jika hari-hari ini kita masih memiliki rekan yang berbeda pandangan, sebab itu indikasi baik bahwa
kita masih dikelilingi orang-orang yang berpotensi menajamkan. Sebaliknya,
kalau ternyata semua orang selalu sepakat dan senantiasa mengapresiasi apalagi
mengglorifikasi keputusan kita, hati-hati.
Antara mereka adalah serigala berbulu domba, diri kita sendiri yang memang terlampau
bijaksana nan mengagumkan, atau kemungkinan terakhir.. mereka tak cukup berani
berselisih dan terlalu malas untuk saling menajamkan.
Selamat merayakan berproses, selalu dan senantiasa.