mimpi yang (akhirnya) aku bagi
Di sebuah sudut toko buku terkemuka, seorang mas mendekat dan menawarkan pembukaan rekening sebuah akun bank tertentu. Singkatnya, dia sampai ke pertanyaan: kerja dimana. Saya jawablah: "dulu guru." Namun agaknya kata 'dulu' yang identik dengan masa lampau ini tak memuaskannya sebagai penanya. Dia bergeser pada pertanyaan: "kalau sekarang?" dan entah ada angin apa saya jawab: "penulis" :') benar-benar pertama kalinya menyebut diri dengan status itu.
Konon kata-kata adalah doa, jadi anggaplah jawaban itu bukan sebagai kebohongan tapi optimisme doa :)
Apalagi katanya, cita-cita yg kita bagi justru lebih mudah terwujud, karena ada tekanan rasa malu pada sesama jika akhirnya mimpi yang kita ceritakan tak terwujud.
Awalnya aku simpan rapat apa yang jadi impian, pikirku biarlah ini jadi rahasia antara aku dan Pencipta semesta, tapi dengan nyali yang tersisa, dengan remah-remah harap yang masih ada, aku ceritakan mimpi ini.
Sudah ketiga orang, dua sahabat dan satu kekasih. Lalu aku temukan seberkas cahaya optimisme dari mereka, yang entah kemana nyalanya sebulan terakhir. Aku putuskan sore ini untuk membaginya di sini.
Aku sungguh ingin jadi penulis. Ini satu-satunya mimpi masa kecil yang masih mungkin aku wujudkan setelah menjadi astronot dan psikolog terbentur dinding kenyataan.
Aku tak ingin malu karena terlalu percaya diri, tapi bagaimanapun tak ada mimpi yang terlalu mustahil untuk diupayakan. Bukan begitu?
:)
2 komentar
Semoga lekas terwujud impiannya
BalasHapusamin bang :)
Hapuswanna say something? ^^