Welcome to our website !

Tentang Sesuatu

Segalau apapun, pasti tetap tentang sesuatu, entah Tempat atau Teman, entah Pendapat atau Pengalaman.

Jika (pernikahan) impianku tidak tercapai

By Sabtu, Oktober 15, 2016 , , , , ,

“Semua orang memiliki mimpi”
Hmmm sebentar.. mungkin tepatnya begini: “semua orang boleh bermimpi”

atau versi saya: "semua orang butuh bermimpi"
Terlepas dari yang beda pendapat dan antipati, saya sepakat pada banyak motivator yang telah menekankan arti penting impian. Sudah gratis, memberi tujuan hidup pula. Kira-kira begitu. Tak mau kalah, sayapun punya. Salah satunya adalah soal pernikahan. Bukan tentang kemewahan tapi beberapa konsep yang terlanjur mendarah-daging dalam angan.

www.greenweddingshoes.com


Sore ini saya dan Riyan menghabiskan waktu melimpah membicarakan banyak hal. Di tengah obrolan itu Riyan bertanya:
“sayang.. gimana kalau dream wedding-mu tidak tercapai?”

Saya menghela nafas.
Saya diam.
Saya mengambil jeda.

Ada beberapa jenis pertanyaan yang menuntut keseriusan ganda, karena mengharuskan memberi jawab sekaligus menguji diri sendiri. Pertanyaan ini, salah satunya.
Impian soal pernikahan dan seabreg impian lain seakan menjadi kebutuhan bagi saya. Bukan karena sebuah kegagalan –atau ketakutan terhadap hal itu- saya akan membatalkan impian. Belum pernah, dan semoga tidak perlu. Bagi saya impian adalah prasyarat kehidupan.


  • Impian Menghadirkan gairah
Impian membuat saya menjalani sesuatu dengan tertuju dan penuh gairah. Ketika mendambakan sesuatu, sejatinya bukan “ini harus tercapai” yang menjadi energi namun sebuah suara lembut yang menyatakan “aku akan mencoba mencapainya”. Niat “mencoba” itulah yang membukakan banyak pintu peluang.

Antusiasme dan impian memiliki korelasi erat. Bagi orang yang terlampau excited terhadap banyak hal, impian menjadi sebuah pecutan untuk tetap keep on track. Sebaliknya, bagi yang minim antuasias, impian adalah stimulan terbaik untuk menyalakan api ketertarikan.


  • Ruang Memuji Sang Sutradara
Ada 150 poin mimpi yang saya miliki. Sebagian sudah tercapai, sebagian sedang diusahakan dicapai, sebagaian hanya tinggal menunggu dilakukan, namun untuk sebagian sisanya saya tidak benar-benar tahu bagaimana mewujudkannya. Itulah intinya. Beberapa impian yang seakan misteri justru menjadi kesempatan untuk melihat bagaimana kehendakNya bekerja.

Ijinkan saya memberi contoh. ketika saya menuliskan poin “ikut sidang PBB”, I have totally no idea bagaimana akan merealisasikannya. Ajaibnya, itu terwujud. Saya tidak merencanakan samasekali dan *taraaaa* itu terjadi. Di momen itu saya tahu persis bahwa ada Tangan yang selalu melampaui keterbatasan dan Tangan yang sama pula penuh dengan belas kasihan. Itu hanya satu momen. Impian kecil “S1 usia 20 tahun” dan “bekerja sebelum wisuda” semua tanpa perencanaan, terkabul.

Jangan salah tafsir! Kita tidak pernah boleh beriman bahwa semua impian akan terwujud. Kita mesti beriman bahwa Pencipta selalu memberi terbaik, bahwa Dia tidak pernah pelit, bahwa Dia pula yang penuh kuasa sekaligus belas kasih.

Ketika ada impian yang tidak terwujud, kita akan sedih. Rasakan itu sekadarnya saja lalu melanjutkan hidup dan mencapai kemungkinan yang lain. Semudah itu? IYA. Karena iman, kita dapat yakin ketika Dia berkata ‘tidak’ maka ada hal lebih baik akan datang. Klise? Mungkin. Tapi itu benar. Maka… membuang waktu dengan kesedihan akan menjadi wujud takabur paling ulung.

  • Tidak kebal kecewa
“orang yang tidak pernah kalah yakni mereka yang tak pernah bertempur.”
                Resiko impian adalah kemungkinan akan kegagalan. Selalu menyakitkan. Faktanya, hanya orang yang tidak bermimpi yang tidak pernah kalah. Mereka menghindari sayatan, perasaan tak berdaya, dan malu terhina, dengan samasekali tidak berjuang sedari awal. Saya hanya tidak mau menjadi ‘mereka’ itu. Seburuk apapun kemungkinan kegagalan, sekiranya lebih baik untuk tidak bersembunyi di balik kalimat “jangan mengharapkan apapun maka kau tidak akan kecewa.”

Kekecewaan membuat kita menyadari keterbatasan diri, membuat kaki (bahkan lutut) kita menginjak bumi, dan menguji naluri sebagai pejuang sejati.

Ketika dulu saya menceritakan soal 12 kriteria pasangan hidup saya, beberapa orang dengan sangat sopan menjelaskan: “ah kalau aku terserah Tuhan mau kasih seperti apa. Daripada bikin kriteria tapi nanti kecewa.” Hanya karena takut kecewa, beberapa orang membatalkan impiannya. Atau mungkin, sekadar meralatnya.

Oke, tentang kriteria pasangan hidup saya tidak kecewa. Tuhan berbaik hati memberikannya lewat seorang Riyan. Tapi saya punya BANYAK kekalahan yang lain. Bahkan soal 150 poin itu, mimpi “membawa mama papa pergi ke luar negeri” tidak bisa saya penuhi karena papa telah berpulang. Sedih? SANGAT! Sebuah titik kegagalan, sebagai seorang anak dan sebagai seorang pemimpi. Bagaimanapun, persis kala itu saya dijejali banyak pelajaran hidup berharga, misalnya tentang kematian dan arti keluarga.

Jika demikian, kenapa  harus anti dengan rasa kecewa?


Lamunan saya dalam penyusunan gagasan ini dipecahkan oleh Riyan di seberang sana yang menagih jawaban. Agaknya durasi saya mengambil jeda dan menarik nafas kelewat lama.

sama seperti saat aku gagal CPNS gagal menang lomba, dan kegagalan lain, aku akan sedih...
…tapi aku akan menerima dan melanjutkan hidup.”

Sang penanya puas dengan jawaban itu.

Dan aku disini hanya berbisik di hati: “Tapi untuk saat ini, ijinkan aku sekeras mungkin berusaha mewujudkannya.”


---
Jangan takut bermimpi,
sebab ketika kau menginginkan sesuatu,
semesta berkonspirasi menolongmu





You Might Also Like

0 komentar

wanna say something? ^^