Jika (pernikahan) impianku tidak tercapai
“Semua orang
memiliki mimpi”
Hmmm sebentar..
mungkin tepatnya begini: “semua orang boleh bermimpi”
atau versi saya: "semua orang butuh bermimpi"
Terlepas dari yang beda pendapat dan antipati, saya sepakat pada banyak motivator yang telah menekankan arti penting impian. Sudah gratis,
memberi tujuan hidup pula. Kira-kira begitu. Tak mau kalah, sayapun punya. Salah
satunya adalah soal pernikahan. Bukan tentang kemewahan tapi beberapa konsep
yang terlanjur mendarah-daging dalam angan.
www.greenweddingshoes.com |
Sore ini
saya dan Riyan menghabiskan waktu melimpah membicarakan banyak hal. Di tengah
obrolan itu Riyan bertanya:
“sayang.. gimana kalau dream wedding-mu tidak tercapai?”
Saya menghela
nafas.
Saya diam.
Saya mengambil jeda.
Ada beberapa
jenis pertanyaan yang menuntut keseriusan ganda, karena mengharuskan memberi jawab
sekaligus menguji diri sendiri. Pertanyaan ini, salah satunya.
Impian soal
pernikahan dan seabreg impian lain seakan menjadi kebutuhan bagi saya. Bukan karena
sebuah kegagalan –atau ketakutan terhadap hal itu- saya akan membatalkan
impian. Belum pernah, dan semoga tidak perlu. Bagi saya impian adalah prasyarat
kehidupan.
- Impian Menghadirkan gairah
Impian membuat saya menjalani sesuatu dengan
tertuju dan penuh gairah. Ketika mendambakan sesuatu, sejatinya bukan “ini
harus tercapai” yang menjadi energi namun sebuah suara lembut yang menyatakan “aku
akan mencoba mencapainya”. Niat “mencoba” itulah yang membukakan banyak pintu
peluang.
Antusiasme dan impian memiliki korelasi erat. Bagi orang yang terlampau excited terhadap banyak hal, impian menjadi sebuah pecutan untuk tetap keep on track. Sebaliknya, bagi yang minim antuasias, impian adalah stimulan terbaik untuk menyalakan api ketertarikan.
- Ruang Memuji Sang Sutradara
Ada 150 poin mimpi yang saya miliki. Sebagian
sudah tercapai, sebagian sedang diusahakan dicapai, sebagaian hanya tinggal
menunggu dilakukan, namun untuk sebagian sisanya saya tidak benar-benar tahu
bagaimana mewujudkannya. Itulah intinya. Beberapa impian yang seakan misteri justru
menjadi kesempatan untuk melihat bagaimana kehendakNya bekerja.
Ijinkan saya memberi contoh. ketika saya
menuliskan poin “ikut sidang PBB”, I have
totally no idea bagaimana akan merealisasikannya. Ajaibnya, itu terwujud. Saya tidak merencanakan samasekali dan
*taraaaa* itu terjadi. Di momen itu saya tahu persis bahwa ada Tangan yang
selalu melampaui keterbatasan dan Tangan yang sama pula penuh dengan belas
kasihan. Itu hanya satu momen. Impian kecil “S1 usia 20 tahun” dan “bekerja
sebelum wisuda” semua tanpa perencanaan, terkabul.
Jangan salah tafsir! Kita tidak pernah boleh
beriman bahwa semua impian akan terwujud. Kita mesti beriman bahwa Pencipta selalu
memberi terbaik, bahwa Dia tidak pernah pelit, bahwa Dia pula yang penuh kuasa
sekaligus belas kasih.
Ketika ada impian yang tidak terwujud, kita
akan sedih. Rasakan itu sekadarnya saja lalu melanjutkan hidup dan mencapai
kemungkinan yang lain. Semudah itu? IYA. Karena iman, kita dapat yakin ketika
Dia berkata ‘tidak’ maka ada hal lebih baik akan datang. Klise? Mungkin. Tapi itu
benar. Maka… membuang waktu dengan kesedihan akan menjadi wujud takabur paling
ulung.
- Tidak kebal kecewa
“orang yang tidak pernah kalah yakni mereka yang tak pernah bertempur.”
Resiko impian adalah kemungkinan
akan kegagalan. Selalu menyakitkan. Faktanya, hanya orang yang tidak bermimpi
yang tidak pernah kalah. Mereka menghindari sayatan, perasaan tak berdaya, dan malu
terhina, dengan samasekali tidak berjuang sedari awal. Saya hanya tidak mau
menjadi ‘mereka’ itu. Seburuk apapun kemungkinan kegagalan, sekiranya lebih
baik untuk tidak bersembunyi di balik kalimat “jangan mengharapkan apapun maka
kau tidak akan kecewa.”
Kekecewaan membuat kita menyadari keterbatasan
diri, membuat kaki (bahkan lutut) kita menginjak bumi, dan menguji naluri
sebagai pejuang sejati.
Ketika dulu saya menceritakan soal 12
kriteria pasangan hidup saya, beberapa orang dengan sangat sopan menjelaskan: “ah
kalau aku terserah Tuhan mau kasih seperti apa. Daripada bikin kriteria tapi
nanti kecewa.” Hanya karena takut kecewa, beberapa orang
membatalkan impiannya. Atau mungkin, sekadar meralatnya.
Oke, tentang kriteria pasangan hidup saya
tidak kecewa. Tuhan berbaik hati memberikannya lewat seorang Riyan. Tapi saya
punya BANYAK kekalahan yang lain. Bahkan soal 150 poin itu, mimpi “membawa mama
papa pergi ke luar negeri” tidak bisa saya penuhi karena papa telah berpulang. Sedih?
SANGAT! Sebuah titik kegagalan, sebagai seorang anak dan sebagai seorang
pemimpi. Bagaimanapun, persis kala itu saya dijejali banyak pelajaran hidup
berharga, misalnya tentang kematian dan arti keluarga.
Jika demikian,
kenapa harus anti dengan rasa kecewa?
Lamunan saya
dalam penyusunan gagasan ini dipecahkan oleh Riyan di seberang sana yang
menagih jawaban. Agaknya durasi saya mengambil jeda dan menarik nafas kelewat
lama.
sama seperti saat aku gagal CPNS gagal menang lomba, dan kegagalan lain, aku akan sedih...
sama seperti saat aku gagal CPNS gagal menang lomba, dan kegagalan lain, aku akan sedih...
…tapi aku akan menerima dan melanjutkan hidup.”
Sang penanya puas dengan jawaban itu.
Dan aku
disini hanya berbisik di hati: “Tapi untuk saat ini, ijinkan aku sekeras
mungkin berusaha mewujudkannya.”
---
Jangan takut bermimpi,
sebab ketika kau menginginkan sesuatu,
semesta berkonspirasi menolongmu
0 komentar
wanna say something? ^^