Di perempatan Wonokromo
Pagi itu, aku buka lebih awal dari biasanya. Kegelisahan
yang muncul, juga lebih besar dari semestinya.
Aku sempat menakutkan masa depan. Terlalu banyak impian yang aku simpan, tapi seakan kekurangan sumber daya untuk mewujudkan. Kadang mimpi itu memotivasi kadang juga menjadi beban tak terbantahkan. Batas mimpi dan obsesi menjadi begitu tipis. Singkatnya, pagi itu aku ketakutan.
Aku sempat menakutkan masa depan. Terlalu banyak impian yang aku simpan, tapi seakan kekurangan sumber daya untuk mewujudkan. Kadang mimpi itu memotivasi kadang juga menjadi beban tak terbantahkan. Batas mimpi dan obsesi menjadi begitu tipis. Singkatnya, pagi itu aku ketakutan.
Aku memulai perjalanan di Senin pagi
dari daerah Ahmad Yani. Riuh, penuh kendaraan bermotor. Tak ada yang beda aku
duga. Masih dengan kemacetan, polusi, dan kegelisahan tak diundang. Sampai, di
perempatan Wonokromo aku tahu: Sang Khalik memelukku erat.
Di perempatan kala lampu merah menghadang,
aku menatap ke langit dan melihat banyak burung berterbangan. Banyak. Lebih
banyak dari biasanya. Telah kesekian kali aku melewati daerah itu di Senin
pagi, aku yakin: ada yang beda.
Mereka lincah mengepakkan sayap menghiasi
pemandangan langit pagi yang agak berdebu. Sayap hitam mereka membentang,
mengingatkan pada indah kepolosan gambar burung versi taman kanak-kanak.
Aku tak jeli jenis burung apa mereka
dan tak pula menebak apakah mereka saling bercengkrama membicarakan hidup
dengan sesamanya
Aku hanya penasaran apakah mereka punya kekhawatiran.
Misalnya soal makanan apa hari ini, biaya pembuatan sarang, atau kekhawatiran
akan pemburu yang mengintai.
Hanya dua yang aku tahu: pertama, fakta bahwa mereka terbang lincah. Kedua, bahwa burung-burung itu telah menjadi
bahasa sederhana nan hangat sang Pencipta.
Mungkin kebetulan, atau mungkin
sebuah kesengajaan Ilahi. Tapi sekali lagi aku menggugah diri.. jika
burung-burung di udara saja Ia pelihara, jika mereka yang tak menabur saja dapat terbang dengan anggun, masakkah masa depanku Ia abaikan?
Ketika seorang proffesor jenius
membutuhkan seumur hidupnya untuk belajar biologi..
Ketika seorang astronom mendedikasikan dirinya pada berbagai teori untuk menjelaskan galaksi..
Dia -sang Berdaulat- mencipta itu semua.
Ketika seorang astronom mendedikasikan dirinya pada berbagai teori untuk menjelaskan galaksi..
Dia -sang Berdaulat- mencipta itu semua.
Ia yang mengatur jagat raya,
memerintah di atas semesta,
lalu apakah Dia akan kurang daya dan kuasa menolong hamba yang mau berusaha?
Sekali-kalipun tidak.
memerintah di atas semesta,
lalu apakah Dia akan kurang daya dan kuasa menolong hamba yang mau berusaha?
Sekali-kalipun tidak.
Aku mengakui kuasaNya, tapi tak
kurang mengagumi pelukanNya...
... yang begitu terampil membahasakan
kasih dan providensi.
Lewat udara yang segar ketika
seseorang merasa hidupnya terlalu pengap derita.
Lewat gemersik rumput dan senandung alam, saat seseorang tertekan berisik tuntutan orang sekitar. Lewat senyum kakek penjual buah yang sedang menyebrang jalan, ketika seseorang merasa tak ada lagi keramahan yang bertahan.
Lewat gemersik rumput dan senandung alam, saat seseorang tertekan berisik tuntutan orang sekitar. Lewat senyum kakek penjual buah yang sedang menyebrang jalan, ketika seseorang merasa tak ada lagi keramahan yang bertahan.
Dan pastinya.. lewat gerak-tanpa-gelisah burung-yang-tak-menabur, ketika seseorang takut akan masa depan. Sepertiku.
Senin pagi. Di perempatan Wonokromo.
0 komentar
wanna say something? ^^