Welcome to our website !

Tentang Sesuatu

Segalau apapun, pasti tetap tentang sesuatu, entah Tempat atau Teman, entah Pendapat atau Pengalaman.

Trump, Ancaman Bom, dan Kasih Sayang

By Rabu, November 09, 2016


Sekitar jam 9 pagi, di ruang guru saya bersama guru bahasa Inggris membahas soal US Election. Kabar yang sementara kami dapat, Trump unggul memenangkan sebagian besar suara. Kami geleng-geleng. Entah kenapa dunia semakin gonjang-ganjing. Ada begitu banyak hal yang tak terduga. Wawasan soal Donald Trump sejauh ini hanya saya dapat dari tulisan dosen saya. Dan di titik itu, saya kira Hillary Clinton lah yang akan memenangkan mayoritas suara. Entah kenapa yang terjadi justru sebaliknya. Di tengah obrolan dua orang yang juga tak paham benar, tiba-tiba pengumuman sentral sekolah menggelegar.
“semua anak-anak di lantai dua harap keluar. Hentikan semua pembelajaran.”
Source: http://quoteshunter.com/


Obrolan Donald Trump pun beralih fokus. Saya dan guru bahasa Inggris, saling menatap dan kebingungan. Kami sudah menduga, ada sesuatu sepertinya. Sesuatu yang salah. Tanpa banyak bertanya, kami berdua memutuskan mengikuti instruksi. Para guru dikomando untuk menenangkan siswa dan mengatur agar semuanya terkendali. Di detik itu, kami masih nihil petunjuk apa yang sebenarnya terjadi. Banyak asumsi, tapi terlalu tergesa untuk menyimpulkan sesuatu.


Semua siswa sudah di luar gedung sekolah, namun mereka dan kami para guru masih terus menebak. Ada yang mengira konstruksi bangunan sedang bermasalah hingga menduga ini (hanya) simulasi penanganan bencana, hingga satu ekspresi serius menjelaskan berbagai tanda tanya.
Seorang guru senior dengan penuh wibawa menjelaskan bahwa ada sebuah ancaman bom kepada sekolah kami. hmmm tunggu dulu.. BOM? Sepersekian detik saya mengira ini prank, tapi dari nada pengumuman hingga berbagai ekspresi, saya tahu ini hal serius. Ketika kami di depan gedung sekolah kami mendapati ada beberapa mobil pihak berwajib berjejer. Lalu terlihat sekelompok gegana berjalan memasuki gedung. Ternyata sekitar pukul 7.40 staff SMA Gloria Pakuwon City menerima telepon ancaman bahwa akan ada ledakan tiga kali. Tak tinggal diam, dari pihak sekolah langsung menghubungi polsek Mulyorejo. Singkat cerita, satu gedung dinyatakan aman. Di saat yang sama, orang tua sudah terlanjur tahu. Kabar menyebar dengan begitu cepat, begitu pula aroma kepanikan. Satu per satu orang tua dengan ekspresi cemas menjemput anaknya. Itu terjadi sekitar pukul 10.

Siswa semakin banyak yang dijemput, guru jadi sasaran, satpam kewalahan, dan pers mulai datang. Salah satu orang tua murid memanggil saya, dan saya tahu jelas siapa beliau. Dia meminta tolong saya mencarikan tiga anaknya. Sesegera saya menemukan mereka, saya menuntun mereka menuju gerbang. Sangat refleks, mereka memeluk mama mereka. Salah satu di antara mereka, pecah dalam tangis. Seketika hati saya terenyuh. Haru sekaligus marah. Terharu, karena kasih sayang orang tua yang selalu bertindak tangkas. Terharu melihat saktinya sebuah pelukan yang menghembuskan rasa aman. Tapi juga marah. Sebuah amarah terhadap siapapun yang menelepon dan menyebarkan isu tak benar ini. Entah apa motifnya, dan terlepas berujung ledakan atau tidak, harus digarisbawahi bahwa terorisme bukan hanya soal ledakan namun penyebaran rasa takut. Dan siang itu, kami merasakannya. Kami para guru, siswa, dan tentunya para orang tua.

Saya tidak tahu apakah tulisan ini akan sampai ke siapapun yang melakukan keisengan tak lucu ini. Tapi bagi kita semua, percayalah bukan hidup penuh ketakutan yang kita inginkan. Bukan kebencian yang harus kita bagikan.

Lalu apa hubungannya, Trump, ancaman bom, dan kasih sayang? Tiga poin itu saya pilih sebagai ringkasan hari ini. Lagipula mau tidak mau kejadian tadi menguatkan fakta bahwa banyak lelucon yang terjadi tanpa terlebih dulu meminta ijin.

Untuk itulah, dibutuhkan kesigapan yang tepat sasaran. Trump terpilih dengan segala pro kontranya dan ancaman bom dengan segala aroma ketakutannya, harus dikalahkan dengan sebuah pesan damai. Kesadaran akan kasih sayang menjadi semakin vokal dibutuhkan justru di kondisi semacam ini.



Bukan saling menuding dan menyalahkan, bukan menghakimi apalagi menebarkan rasa benci, tapi memberikan bahasa kasih seperti ibu dan satu anak murid saya yang larut hangat dalam satu pelukan rasa aman.


You Might Also Like

0 komentar

wanna say something? ^^