Atom yang Tetap kalah
Saya masih percaya, bahwa hidup ini bukanlah sebuah pertandingan. Tapi dalam beberapa kondisi, saya harus mengakui konsep menang-kalah tak dapat ditampikkan.
Di penghujung 2016 ini, ketika melihat kembali ke belakang, ada
berbagai hal telah hadir. Entah yang fenomenal, biasa saja, kecewa, atau kepuasan.
Lalu apa intinya? Rata-rata orang yang membaca tulisan ini juga tetap menjadi
‘orang biasa’. Seberapapun kita telah patuh pada nasihat Mario Teguh soal "nobody to somebody", dan mengikuti berbagai petunjuk dari buku "cepat kaya dan sukses sedari muda", ternyata toh kita tetap bukan siapa-siapa. Anak gang sebelah aja paling ga tahu nama kita. Tak banyak dikenal dan tak menjulang pencapaian. Saya pasti tak
sendirian dalam meratapi hidup yang
gini-gini aja.
Perenungan ini dicerahkan ketika saya pulang kampung halaman.
Setelah tenikmati sayur bayam dan dadar jagung nikmat, saya nongkrong di depan
TV bersama mama menonton salah satu film favorit saya: Real Steel.
Jika Anda sudah pernah menontonnya, pasti familiar dengan peran
Atom. Dia adalah sebuah robot rongsokan yang ditemukan di kala hidup Charlie
Kenton sedang berada di titik rendah. Bukan robot yang istimewa tapi berhasil sampai
ke sebuah ajang kompetisi bergengsi.
Oke sampai sana dulu.
Mungkin sebagian dari kita melihat 2016 dengan lega karena
berhasil mencapai beberapa hal. Memenangkan lomba, menambah komunitas, gaji
meningkat, banyak melakukan perjalanan, membuka bisnis, atau mendapatkan
prestasi di tempat kerja. Menyenangkan bukan? Saya merasakan persis sama. Banyak
pencapaian yang tiba dan dipercayakan oleh Pencipta. Singkatnya, saya dan Anda
semua seketika merasa layak membusungkan dada dengan senyum bangga.
Persis seperti Atom, dia sampai di kejuaraan bergengsi namun
pulang dengan kekalahan. Sia-sia. Bukankah banyak dari kita seperti itu? Kita
mencapai banyak hal, tapi tetap pecundang kala disandingkan dengan kemegahan
keberhasilan orang lain. Lalu apa intinya?
Zeus, lawan Atom, dinyatakan menang. |
Atom kalah. Itu fakta dan
hasil akhir, namun bukan kisah keseluruhan. Di balik kekalahan itu,
hubungan Charlie dan Max sebagai ayah dan anak dipulihkan. Sebagai bonus, passion bertinju dari Charlie juga dapat
disalurkan. Walau Atom kalah, ada yang berharga di baliknya. Sayangnya banyak
dari kita yang masih fokus pada hasil semata, baik dalam melihat diri sendiri
atau orang lain.
Di titik manapun kita berada sekarang, penting untuk mengingat
bahwa: pertama, proses tak pernah
kalah penting dibandingkan hasil. Mungkin gaji tak meningkat drastis, tapi kita
telah berani mencoba berbagai hal baru dan terus menantang diri. Kedua, tentang
progress. Bahwa, pertandingan
sesungguhnya bukan antara kita dan orang lain, tapi “kita yang sekarang”
dibandingkan “kita yang dulu”. Poin ini patut jadi perenungan besar. Sudahkah
kita menjadi versi yang lebih baik? Atom yang kalah itu, telah berangkat dari
rongsokan menuju pentas dunia. Lonjakan besar!
Kamu anak desa, belum ke Eropa tapi sudah survive di perantauan? Berbanggalah! Orang tuamu hanya bisnis
kecil-kecilan tapi kamu bisa sarjana hingga mendukung finansial keluargamu?
Berbanggalah! Kamu sudah bisa mendapatkan uang dari hobimu? Oh jelas kamu boleh
berbangga! Yang salah adalah saat kita terlampau pasrah dengan “hidup gini-gini
aja” tanpa berusaha lebih. Kewajiban kita selalu soal: berjuang.
Mungkin sampai akhirnya kita akan ‘kalah’ dan menjadi orang
biasa-biasa saja. Lalu kenapa?
Saat ini tagar semacam #lifegoal, #relationshipgoal, dan segala
goal lain kerap mendistraksi penghargaan yang lebih esensi: secuplik proses dan segenggam progress.
Semua goal klise kekinian yang membuat sebuah perjalanan hidup menjadi kalah saat tak
bisa mengikuti standar tertentu (Sandy Yeriko, 2016). Standar yang mana? Sosial
media kita sudah dibanjiri olehnya. Soal popularitas dan besaran income, misalnya. Ambil contoh kalimat
ini:
“work until you shop without looking
the price tag”
atau kalimat macam:
“work
hard until you don’t need to introduce yourself”.
Jika memang standarnya
demikian, ayo angkat tangan bagi yang merasa sudah mencapai titik tersebut. Adakah?
Saya sendiri tak berani mengacungkan jari. Saya masih sering diresahkan dengan
harga yang tercantum di pusat perbelanjaan. Kabar baiknya, itu tak masalah!
Pasti kita tetap perlu goal.
Teman saya Sandy Yeriko dari band hateaway menuliskan begitu apik bagian ini:
- “kita perlu punya tujuan, faktanya tujuan itu akan sangat penting bagi masa depan kita. Tapi jangan sampai tujuan kita berbahan bakar keirian sosial sehingga kita lebih berorientasi pada ‘terlihat keren’ dibandingkan ‘beneran keren’. Memang, mengembangkan citra keren itu lebih gampang dan less sacrificial daripada ngembangin potensi diri, tapi itu akan membuat dunia kita tidak tersentuh berbagai pengalaman, pikiran kita berkelana dalam kekecewaan, dan mimpi kita yang sebenarnya tidak sempat diperjuangkan.”
Ambisi untuk tampil senantiasa ‘menang’ dan menggapai berbagai
utopisme, membuat kita gagal fokus pada potensi dan mimpi yang sebenarnya.
Terlebih, membuat kita pelit apresiasi. Padahal, mungkin sampai akhirnya kita
akan menjadi gini-gini aja. Tidak terkenal dan tidak menjadi milyuner
Indonesia. Kita masih tetap di strata tengah sebagian besar orang di BUMI ini,
dan sekali lagi, itu tak masalah!
Dengan menerima diri, kita sanggup untuk mengarahkan mimpi. Dengan meredefinisi arti sukses, kita sanggup berdamai bahkan merayakan kegagalan. Dan, dengan menghargai
proses dan progress, maka kita akan semakin mampu menghargai hal-hal sederhana
dalam hidup.
Kita akan belajar mengukur diri sendiri dengan cara yang lebih
sehat: dari indahnya berteman, membuat karya sesuai idealisme, membantu orang
yang kesulitan, membaca buku yang bagus, dan tertawa bersama mereka yang kita
sayangi. Terdengar membosankan, bukan? Itu karena hal-hal tersebut adalah perkara
remeh yang biasa-biasa saja. Tetapi mungkin tergolong biasa-biasa saja karena suatu
alasan: bahwa itulah yang sebenarnya berarti (Parafrase tulisan Mark Manson oleh Akbar Saputra).
Source: www.fontysblogt.nl |
Selamat tinggal 2016. Atom (dan kita) tetap kalah tahun ini,
tapi yang terpenting:
kita bahagia!
0 komentar
wanna say something? ^^