Kincir Angin Masa Kecil
Ketika melewati sebuah lorong gedung tertentu langkah saya
terhenti di depan deretan poster-poster karya pemenang dari sebuah kompetisi
bertema lingkungan hidup. Hanya tergelitik sepakat dalam angan disertai imbuhan
miris dalam porsi yang wajar ketika membaca kutipan ini:
"Jika pohon terakhir akan ditebang, dan
mata air terakhir berhenti mengalir,
Mungkin baru saat itu manusia sadar bahwa uang
tidak dapat dimakan."
Mungkin benar, itulah yang akan terjadi jika
banyak pihak terus memperlakukan alam dengan seenaknya. Di Kelas Biologi ketika
saya masih berbalut pakaian putih-biru sudah disinggung bahwa ada beberapa
sumber daya alam yang memang tidak dapat diperbarui. Ada batas terhadap segala
sesuatunya, itu fakta. Tapi saya yang adalah sarjana sosial juga tak pakar
dalam hal itu dan tidak cukup kompeten untuk memberi berbagai pandangan serius
dan teoritis. Satu yang saya yakini adalah prinsip konservatif yang dengan
padat lugas diucapkan oleh seorang novelis tahun 1800-an pemenang penghargaan Literatur
Pulitzer, Edna Feber, “Perhaps too much
of everything is as bad as too little.”
Seperti sosial media yang melekat di kawula
muda seantero dunia, telah dimanfaatkan untuk berbagai hal positif, dan telah
bertransformasi menjadi kebutuhan. Ketika digunakan berlebihan juga membawa
pengaruh buruk. Catatan lain penting di dunia maya adalah eksistensi sebuah peraturan
tanpa aksara – etika nama lainnya – yang menjauhkan kita dari cemooh dan gerah
para netizen lainnya.
Pemanfaatan energi berprinsip tak jauh berbeda,
namun dalam konsekuensi yang jauh lebih serius sebab berkaitan dengan alam dan
hajat hidup orang banyak. Kita membutuhkan energi dalam banyak bentuk. Minyak,
gas, dan listrik, yang paling sering kita jumpai. Mulai menjadi masalah ketika pemanfaatan
itu mengasumsikan kita adalah pengguna tunggal dan semakin parah jika ada rasa
abai tentang batas dari energi tersebut. Pemborosan merupakan cerminan khas dan
utama dari asumsi yang salah serta rasa abai. Inilah PR pertama kita: membenahi
pola pikir. Tidak tuntas disitu, tugas selanjutnya adalah tentang tindakan
nyata demi terwujudnya sustainablity. Penghematan
sudah merupakan keharusan, itu tiada lagi berpilihan. Alam kita menyediakan
yang tak terbatas sebenarnya, hanya kadang kita sudah terjebak dalam nyaman terhadap
sesuatu yang sudah rutin kita gunakan. Sebut saja energi fosil berupa minyak
bumi dan batu bara. Ketergantungan ini perlu dikoreksi, tak ubahnya ulangan
harian dari siswa sekolah. Jika alam dapat bicara, mungkin dengan suara parau
dia akan menunjukkan sisi-sisi dari dirinya yang belum banyak tersentuh. Angin
misalnya.
“Yuk
beli kincir angin”
Ajakan
seorang teman kala masa kecil menyelinap dalam jeda lamunan saya tentang
pemanfaatan energi angin di masyarakat kita. Sebagai anak desa, saya akrab
dengan mainan itu selain petak umpet dan juga layangan pastinya. Ada kalanya
uang jajan kami habis dan memaksa kami membuat sendiri. Bermodal kertas atau
botol plastik bekas, kami berkreasi. Penghematan dilakukan, rasa senangpun
didapat.
Konon
anak kecil adalah sumber inspirasi. Di balik kepolosan, ada banyak hikmah yang
dapat dipelajari. Selama menjadi guru SMP, saya membuktikan kebenarannya. Lalu
tiba-tiba membayangkan andai kita bisa menjadi mereka. Didorong keterbatasan
uang saku, lahirlah kincir angin kreasi sendiri. Keinginan untuk menciptakan
sesuatu kerap muncul usai merasa kurang atau saat apa yang biasanya kita
gunakan sudah habis. Merasa tidak nyaman adalah permulaan penting. Sayangnya,
kita belum ada di tahap itu. Mungkinkah kita harus menunggu minyak bumi habis,
barulah ada keinginan untuk memanfaat sesuatu yang berbeda? Harusnya tidak.
Ada
banyak sekali bagian dari alam ini yang dapat lebih dieksplorasi. Bahkan
fenomena pasang surut gelombang bukan saja menginspirasi para penyair namun
juga ilmuwan, Tidal wave energy contoh hasilnya. Anginpun
demikian, tidak sebatas digunakan untuk menceriakan masa kanak-kanak. Kincir
angin dalam ukuran yang lebih besar dan material lebih berat sudah terbukti
bermanfaat di berbagai lokasi negeri ini. Kota Jakarta yang kerap menjadi
sasaran berbagai keluhan juga telah memberikan contoh pintar, yaitu dengan
memanfaatkan panel surya di lampu-lampu jalan tol. Mobil listrik, walau belum
benar-benar ditanggapi serius oleh pemerintah, tetap merupakan inovasi yang
layak diperhitungkan dalam upaya penghematan bahan bakar minyak. Sudah banyak
yang dilakukan dan ini tidak dapat didustakan. Namun masih ada banyak lagi yang
dapat diupayakan. Geothermal mungkin salah satunya. Memanfaatkan posisi
strategis Indonesia sebagai salah satu Ring
of Fire adalah pilihan cerdas. Indonesia sudah melakukannya namun belum
dalam tingkat signifikan jika dibandingkan berbagai hasil studi tentang tingkat
panas bumi yang sangat tinggi di negeri ini. Jumlah PLTP kita bahkan tidak
lebih banyak dari jumlah jari di tangan kita. Sangat potensial namun belum
menjadi familiar dan belum bertransformasi sebagai pilihan favorit.
Seperti
kegiatan membuat kincir angin mainan, semua membutuhkan bahan-bahan tertentu.
Keengganan untuk menciptakan atau mengubah suatu cara konvensional sering
terbentur dengan mahalnya biaya awal yang harus dikeluarkan. Investasi, itulah
kata kuncinya. Bermula dengan alokasi dana khusus di awal sebelum menikmati
potensial manfaat. Ini seperti alur bisnis pada normalnya, tinggal mencari tahu
siapa yang cukup peduli untuk merealisasikannya. Akan ada keuntungan, pastinya
bagi khalayak yang terus haus akan energi seiring pertumbuhan ekonomi dan juga
bagi pelaku bisnis.
Kita
ada di sebuah negeri yang begitu besar nan strategis, tapi akan menjadi percuma
jika pola pikir kita masih salah dan penuh kemalasan. Resource Curse merupakan teori terkenal, dimana melimpahnya sumber
daya alam tidak selalu sinonim dengan segala hal positif. Ada dampak negatif
yang terselip. Namun itupun dapat diubah, itu bukan sebuah keniscayaan. Ketika
ada pola pikir yang tepat disertai tindakan yang nyata dan cerdas, maka keadaan
akan membaik. Banyak sekali karya innovator muda di negeri ini yang berusaha
membuktikannya. Mereka patut dihargai lebih. Bukan saja perkara hak paten atau
pujian, namun lebih pada dukungan nyata dari berbagai pihak. Sinergi, kali ini
kata kuncinya. Apapun sisi menawan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai energi
alternatif akan sia-sia jika tanpa karya inovatif dan keseriusan yang masif. Ini
PR kita semua untuk membenahi pola pikir, melakukan penghematan, dan lebih jeli
memanfaatkan energi alternatif. Ini usaha kita bersama. Seperti membuat mainan kincir angin, tidak asyik jika dilakukan sendirian.
*tulisan ini adalah artikel yang dikirimkan untuk mengikuti kompetisi menulis dari Total energy*
0 komentar
wanna say something? ^^