They called me miss
Tidak perlu menjadi seorang berparas rupawan dan ikut acara
tahunan bergengsi di sebuah stasiun tv swasta, untuk mendapatkan panggilan
“miss” :)
Sebuah tanggung jawab sebagai seorang pendidik melekat
dibalik empat huruf itu.
namun panggilan yang sama mengingatkan bukan hanya tentang
beban, tapi juga sukacita.
Bukan hanya tentang pekerjaan tapi panggilan
diri saya yang sebenarnya tidak pernah terungkap di ruang
guru. Disana hanya tempat untuk singgah dan mengambil jeda di tengah kerasnya
kehidupan kelas.
Agaknya seperti kehadiran mall di tengah perjuangan suka
duka universitas.
di kelas, saya jatuh cinta.
Di durasi 40 menit di antara bel yang berdering, ada banyak
cerita yang sudah dibagi, bahkan air mata pun pernah tercurah.
Di kelas, saya bermain peran. Kadang marah layaknya seorang panglima
militer, kadang menurunkan nada dan berperingai lembut sebagai ibu.
Kadang saya hanya tertawa dan mengijinkan saya ditertawakan -bukan
karena rasa hormat akan guru terlalu murah- tapi karena saya sedang ada dalam
posisi sebagai kawan mereka.
Di kelas saya dipaksa menjadi wikipedia, mengetahui banyak
hal dan harus selalu siap menjawab banyak pertanyaan.
Di kelas, saya menjaga agar sikap saya terpuji dan jadi
teladan. Namun tak jarang saya buka kebobrokan dan kekonyolan masa lalu, agar
mereka tidak jatuh pada lubang yang serupa.
Di kelas saya belajar, itu yang terpenting. Dan membuat saya
tertunduk mengagumi hukum semesta yang agung di segala kepercayaan: “semakin
banyak kamu menabur, semakin banyak kamu menuai”
Dan di ruang yang sama, saya menemukan alasan untuk
bersyukur, hari lepas hari.
Saya rasa, saya telah gagal dalam mendidik murid dalam
kedisiplinan. Pada akhirnya, saya sering kalah dengan rasa tidak tega. Saya
bukan guru yang baik. Kelas saya berisik. Tapi bagaimanapun, saya tetap guru,
saya membagi ilmu.
Di sela-sela usaha menjadi seorang yang layak mendapat
hormat mereka, sekarang saya justru mengubah nada doa saya, agar Pencipta
melayakkan saya mendapatkan kasih mereka. Itu berharga.
Tidak lama lagi saya akan menjadi mantan guru mereka, tapi
selama panggilan “miss” itu bersua, maka saya akan tetap jadi seseorang yang
dengan taat duduk diam membalas chat ataupun memberi telinga untuk mendengarkan.
Masa mendidik di bangku sekolah hampir habis. Masa
bercengkrama di kelas, telah diambang batas, tapi masa jatuh cinta pada mereka
akan tinggal tetap, selama mereka masih mau memanggil saya “miss”
0 komentar
wanna say something? ^^