Welcome to our website !

Tentang Sesuatu

Segalau apapun, pasti tetap tentang sesuatu, entah Tempat atau Teman, entah Pendapat atau Pengalaman.

KOLABORASI, BUKAN KOMPETISI

By Minggu, Desember 06, 2015



bukan untuk bersaing


Seorang asisten dosen saat saya kuliah pernah mengatakan bahwa hidup ini tidak harus melulu soal kompetisi. Justru menjadi sangat indah ketika itu bergeser menjadi sebuah kolaborasi, begitu imbuhnya. Dengan mindset bahwa orang lain adalah seorang pihak yang kita butuhkan untuk bekerja sama dan bukan seorang kompetitor maka akan banyak irama perlakuan yang berubah. Tindakan selalu menyesuaikan mindset. Berikut adalah beberapa sikap yang lahir atas sebuah kepercayaan sederhana: hidup ini bukan soal kompetisi.

1. Bahagia untuk kebahagiaan orang lain

Kita sudah sering mendengar bahwa sahabat yang setia adalah mereka yang hadir bukan saja saat bahagia namun juga kala susah. Itu sebuah doktrin lawas yang tanpa disadari membuat kita sukarela mengangguk setuju atasnya. Namun ada satu pandangan lain yang bagi saya pribadi patut dipikirkan ulang.

“hindari sepenuhnya orang yang hanya dekat-dekat denganmu pada saat sedih, untuk menawarkan kata penghiburan. Sebab sesungguhnya inilah yang mereka katakan dalam hati: “aku lebih kuat, aku lebih bijak”. Dekat-dekatlah pada mereka yang ada di sampingmu saat masa bahagia, sebab mereka tidak menyimpan iri dan dengki dalam diri mereka; yang ada hanya sukacita melihatmu bahagia.”

Setahun menjadi pengangguran, saya membuktikan teori non-mainstream dari penulis cerdas Paulo Coelho ini benar adanya. Dalam masa sulit itu saya melihat beberapa orang dengan setia menemani saya. Bukanlah hal yang buruk memang, namun justru menjadi miris karena saat saya mendapatkan pencapaian, dia (atau mereka) seakan absen. Ucapan “selamat” seakan terlalu mahal disampaikan. Singkatnya, bagi sebagian orang, kesusahan orang lain adalah daya pikat tertentu sedangkan topik keberhasilan cukup diambil lalu.

Memang bukan berarti semua yang menawarkan penghiburan saat kesulitan datang harus disinonimkan dengan keirian, tapi yang perlu digarisbawahi adalah penting untuk memiliki kawan dan menjadi kawan yang dapat tulus bahagia atas keberhasilan satu sama lain. Dari satu tahun masa gelap itu, saya belajar bahwa sebenar-benarnya kawan adalah mereka yang ada di dua sisi hidup ini. Mereka yang tidak tawar di masa susah saya dan juga tidak pahit atas sukses saya. Mereka yang hadir baik di muram ataupun saat cemerlang. Saat kita memposisikan orang lain sebagai kawan dan bukan objek kesombongan alias kompetitor kita, maka tidak akan ada rasa iri dan tidak pula ada serpihan dengki atas keberhasilan orang tersebut.

2. Memiliki rasa aman

Tidak menjadikan orang lain sebagi kompetitor juga menghadirkan rasa aman. Sebuah perasaan yang kerap absen di hingar-bingar hidup masa kini. Selain menjadi bahagia atas pencapaian orang lain, rasa aman juga menggiring kita pada penempatan diri yang tepat. Sebuah kombinasi rasa hormat terhadap orang lain, yang dimulai dengan penghargaan akan diri sendiri.
mengagumi milik orang tanpa meratapi milik sendiri

Selalu, terlalu mudah bagi siapapun masuk pada sebuah kubu ekstrim tertentu. Beberapa orang sangat suka mencari kesalahan atau ketidakberesan atas suatu hal atau atas seseorang. Dari penampilan, karya tangan, kinerja, bahkan postingan instagram bisa jadi alasan untuk mencela. Sebagian yang lain terlalu mudah memuji, sedikit-dikit kagum dan merasa wah dengan apa yang dimiliki orang lain hingga sampai di titik lupa mensyukuri miliknya sendiri. Walau keduanya adalah ekstrim yang bertolakbelakang namun menurut saya keduanya bersumber dari satu hal: rasa tidak aman.

Saya pernah memiliki seorang kawan yang demi mengemas hidupnya menarik, dia menampilkan banyak kebohongan. Awalnya saya kagum bahkan sempat iri dengan kehidupannya, namun setelah tahu itu semua hanya karangan, rasa iri berganti dengan kasihan. Jauh lebih baik kita yang sudah merasa cukup asik dengan kehidupan ala kadarnya tanpa sibuk menambah bumbu-bumbu dusta.

true!
Ohya, saat kita menganggap orang lain sebagai kompetitor kita juga secara otomatis sedang masuk ke area bisnis yang artinya berlaku strategi promosi. Jika dibumikan ke kehidupan sehari-hari, promosi itu tentang kesibukan untuk mengekspos segala daya tarik. Tipe demikian tidak segan menjadikan kekurangan orang lain untuk mengekspos kehebatannya. Standar bahagianya juga didasarkan pada deklarasi orang lain sehingga dia dengan begitu riuh dan berisik mencari sebuah justifikasi yang dapat memperkuat posisinya sendiri. Confidence is silence, insecurities are loud. Itu sepenuhnya benar. Semakin seseorang berisik soal hidup orang lain semakin terbukti dia sedang tidak nyaman dengan hidupnya sendiri.

Melelahkan sekali lho jika kita tergolong orang demikian. Kita jadi lupa bersyukur padahal seharusnya kita tahu persis nilai diri kita. Seorang bijak pernah berkata bahwa setelah Pencipta membuat setiap orang di dunia ini, Dia langsung menghancurkan cetakannya. Artinya apa? Setiap orang sudah digariskan untuk unik! Karena itu, sekarang waktunya kita mencintai diri kita dengan porsi yang tepat. Let us never feel inferior nor superior.


3. Pick your inner circle

Bertemanlah dengan semua orang, tapi pilihlah dengan siapa kamu bergaul
Saya tidak percaya premis bahwa kita adalah tokoh tunggal yang memutuskan siapa diri kita. Setiap karakter dan kebiasaan merupakan produk kombinasi lingkungan dan karakter bawaan. Bagaimanapun kita perlu berhati-hati, Kita menganggap semua orang adalah kawan, tapi kita tetap berkewajiban untuk memilah dengan siapa kita akan berpartner karib. Kita memberikan senyum tulus kepada semua orang namun menentukan dengan siapa kita akan masuk ke ruang rapat.

be good for someone you don’t like it’s not fake, it simply you mature enough to keep your good attitude through your dislike.”

Kecerobohan memilih rekan kerja sama saja sedang merusak investasi tertentu. Ini samasekali bukan soal menemukan orang yang persis sama dengan kita. Ini tentang mereka yang berbeda namun hadir idealisme senada, dengan karakter yang membangun, dan minat yang saling nyambung. Misalnya begini, idealisme tentang ketepatan waktu. Merepotkan bukan jika kita tergolong disiplin dalam ketepatan waktu harus berpartner dengan mereka yang sangat abai akan hal tersebut.

4. (a) Honest not rude

Sekali lagi menjadi ekstrimis tertentu tidaklah bijak dalam pergaulan. Ekstrim pertama adalah sebuah gelembung eksklusif. Hal itu seringnya diatasnamakan slogan “be yourself” atau “ini gaya gue!”. Pada beberapa kasus lain, gelembung eksklusif itu berlabelkan “passion” atau “style” yang membuat orang bangga menjadi nyeleneh dan menolak segala hal yang terlihat mainstream. Sebenarnya ada pembeda besar antara menjadi jujur mengekspresikan diri dengan menjadi tidak sopan. Garis pembatasnya memang sangat tipis, tapi tetap berbeda. Kita boleh dan memang harus memiliki minat khusus serta idealisme tertentu namun samasekali tidak berarti kita harus dikekang oleh hal itu. Stay current, kalau kata mbak Diana Rikasari. Tetap memberi makan minat kita sendiri tanpa menolak segala obrolan soal bidang lain, agaknya itu lebih tepat.

4.   (b) never being hypocrite! Just adapt.

Ekstrim selanjutnya adalah soal peleburan. Rasanya hampir mustahil untuk menihilkan ketidakcocokan dalam sebuah pergaulan. Setiap orang punya berbagai faktor pembeda, katakanlah soal karakter, kebiasaan, dan selera. Demi membuat harmoni kita dihadapkan pada kewajiban untuk melebur. Kita memberikan ruang tertentu dalam diri kita untuk diubah demi memberikan ruang bagi orang lain untuk menjadi dirinya sendiri. Bagaimanapun itu tidak sinonim dengan kemunafikan. Melebur adalah produk dari kerendahan hati dan adaptasi, berbeda dengan pemasangan seribu wajah hanya untuk selalu diterima di segala lingkungan. Saya sepakat dengan kutipan pendek dari Paulo Coelho, penulis favorit saya: “Jika kamu berusaha menyenangkan semua orang maka kamu akan kehilangan hormat mereka.”

Suatu hari saya pernah tertekan karena merasa begitu kesulitan untuk menjadi pribadi yang menyenangkan bagi semua orang. Faktanya adalah it’s nice to be nice. Tapi ini fakta kedua: it’s wise to be wiser. Baik Riyan dan dua sahabat dekat saya mengatakan hal yang sama persis malam itu: Tuhan tidak pernah meminta saya untuk menjadi menyenangkan bagi semua orang. Saya cukup harus melakukan yang BENAR. Karena akhirnya saya tidak bisa merangkul SEMUA orang, hanya sebagian saja yang benar-benar dipercayakan Tuhan untuk menjadi sahabat saya. Maka dari itu sangat penting untuk lebih berfokus menjaga mereka yang hanya sebagian itu. Pesan itu meredefinisi arti persahabatan bagi saya pribadi, dan pesan yang sama inilah yang ingin saya tegaskan kepada siapapun yang terkadang merasakan hal yang serupa. 


4. (Kesimpulan)

Like and dislike adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, berita baiknya adalah tujuan hidup kita bukanlah untuk menjadi disukai (apalagi dibenci). Memang hidup kadang memaksa kita menjadi multiperan. Sesekali menjadi konyol, lain waktu menjadi serius penuh wibawa. Sesekali jadi lincah selayaknya anak kecil lain waktu harus penuh bahasa kedewasaan. Itu semua tergantung tempat, kondisi, dan dengan siapa kita sedang berhadapan. Itu semua soal kemasan luar, bukan soal nilai diri pun bukan tentang prinsip dan identitas. Kita menjadi fleksibel soal SIKAP tanpa menjadi bunglon soal PRINSIP. Kita perlu memiliki porsi yang tepat: antara jujur namun tetap sopan dan melebur adaptif tanpa menjadi munafik.


---

You Might Also Like

0 komentar

wanna say something? ^^