Jika aku Terdakwa: Masihkah Tuhan Adil dan Kasih bagiku?
Suatu hari sekumpulan orang
melakukan pertemuan akbar membahas nasib lanjutan seorang terdakwa kasus.
Ada dilema di benak jemaat sidang kala itu: melepaskan dengan
pengampunan dan sekedar melakukan pembinaan atau tetap memenjarakan yang
pastinya merusak masa depan sang terdakwa.
Lalu saya diminta bersuara.
Dengan lantang saya berkata: "Tuhan itu adil dan kasih. Selalu ada
pengampunan, namun bukan justru meniadakan konsekuensi."
Dengan logat mantab dan penuh pemahaman, saya memenangkan hati hampir seisi
ruangan sidang. Mereka mengangguk sepakat. Hukuman tetap harus dilakukan.
Beberapa detik setelah palu diketuk, cermin besar menyambut untuk mengajak
merenung: "adiss, andaikata suatu hari kamu ada di posisi terdakwa
itu, apakah kamu akan berani bilang yang sama?"
Saya berpikir keras di tengah hiruk pikuk sidang yang berlanjut pada kasus
kedua. Andaikata suatu hari saya melakukan kesalahan, apakah saya dapat besar
hati dan berani berkata: "oke Tuhan adil dan kasih. Saya sudah
melakukan kesalahan, saya layak dihukum. Tolong maafkan saya tapi tetap berikan
hukuman bagi saya."
Source: www.mcgilldaily.com |
Faktanya, kita terlampu sering menjadi hakim yang hebat untuk orang lain dan pengacara mahir untuk diri sendiri.
Apa yang kita tahu dan apa yang kita ingin terapkan untuk orang lain, seringnya
sulit jika berhadapan dengan diri sendiri. Maka tak heran jika ribuan kutipan
dari filsuf hebat segala jaman menekankan bahwa musuh sejati seorang manusia
adalah dirinya sendiri.
Konsep kebenaran selalu membutuhkan kedewasaan yang utuh. Untuk menerapkan
yang sepadan baik bagi orang lain dan diri sendiri.
Jika di sidang itu saya (dan Anda) berani berkata: "Tuhan itu kasih dan adil, kita sepatutnya meneladani. Kita memaafkan sang terdakwa hari ini, namun dia tetap harus dipenjara" maka di sidang lain saat kita yang menjadi terdakwa, kita sudah semestinya besar jiwa berkata: "ampuni aku, tapi tetap jatuhkan hukuman itu bagiku!"
Jika di sidang itu saya (dan Anda) berani berkata: "Tuhan itu kasih dan adil, kita sepatutnya meneladani. Kita memaafkan sang terdakwa hari ini, namun dia tetap harus dipenjara" maka di sidang lain saat kita yang menjadi terdakwa, kita sudah semestinya besar jiwa berkata: "ampuni aku, tapi tetap jatuhkan hukuman itu bagiku!"
Beranikah kita?
0 komentar
wanna say something? ^^