Pelayanan yang bikin Panik
Semarang menjadi saksi bagaimana saya dan para rekan dalam Ignite menikmati rasa panik sebagai bagian dalam skenario untuk mewujudkan prinsip "Urip iku Urup".
Sebagai tim penulis, sedari di Surabaya kami tahu jelas bahwa tugas kami adalah wawancara dan membuat artikel liputan. Satu-satunya nama yang terus kami bahas adalah pendeta Agus Tato. Seorang pendeta jalanan yang membumikan kasih Penebus dengan cara melayani "kaum terpinggirkan".
Hari yang dinanti tiba. Kami siap dengan daftar pertanyaan. Seorang kawan sebelumnya pernah bertemu mas Agus dan memberi kesan "orangnya intimidatif sekali". Jelaslah sudah itu menjadi alasan kepanikan pertama saya.
Dengan sepatu boot merah, diantar panitia dia melangkah ke ruang wawancara yang telah kami siapkan. Kami berkenalan dan segera hendak memulai.
"Sek bentar.. kamu itu cocok sekali jadi presenter di TV"
itu komentar pertamanya terhadap celoteh saya dengan tempo lebih cepat dari biasanya dan tak lain untuk menutupi tumpukan kepanikan. Kamipun tertawa. Siapa sangka durasi berjalan mulus, tak ada tatapan intimidasi. JUSTRU ada menit-menit haru hingga mata mas Agus berkaca-kaca. Saya bersyukur tak henti atas sesi santai penuh inspirasi bersamanya. Mengalir dengan penuh tawa bahkan. Ketakutan sirna.
Tak selang lama, panitia menghampiri kami.
"Cameo Project dan Tokopedia lagi kosong. Silakan masuk buat wawancara"
Kira-kira begitu bisikkannya ke salah satu rekan saya.
Saya, dan kami semua, terbelalak.
Cameo Project? Tokopedia? Wah yang bener!
Ekspresi itu perpaduan syukur atas kesempatan berharga namun tak kalah aroma panik sebab tak SEBIJI pertanyaanpun kami siapkan untuk mereka. Saya sebagai pewawancara ketakutan dan salah tingkah seketika.
Tiba-tiba saya dibawa pada pengalaman sekitar tahun lalu, dimana PERTAMA KALI saya melakukan wawancara. Tepatnya untuk liputan kegiatan pemuda GKI Citraland di Pondok Pesantren. Kala itu, perdana saya belajar menyiapkan pertanyaan dan berlatih membawa suasana menyenangkan senantiasa mengalir.
Kini apa yang di depan saya adalah sebuah kejutan. Bertemu sosok penuh prestasi di balik Tokopedia dan Cameo sebagai Youtubers yang menebar pesan positif.
Saya tahu persis Tangan di balik ini semua. Saya mengenal cara kerja semacam ini. Dipersiapkan dari kepercayaan kecil untuk melaksanakan sesuatu yang lain di hari depan. Saya dikuatkan.
Dengan notes kecil di tangan, saya mantab menemui Doni sebagai perwakilan dari Tokopedia. Dibandingkan menjadi sesi wawancara, saya rasa obrolan kami yang langsung memanggil nama tak ubahnya percakapan antar kawan. Yang satu gemar bertanya yang satunya telaten menjawab. Sudah.. sesederhana itu. Untungnya, saya tak buta soal Tokopedia. Sehingga konteks pertanyaanpun masih dalam kendali.
Giliran Doni berakhir, Cameo duduk mendekat. Kepanikan saya kembali membuncah. Bukan hanya karena berhadapan dengan 'artis' yang pastinya telah bertemu pewawancara yang jauuuuuuh lebih handal, tapi juga karena SAYA GAK PAHAM YOUTUBE! Hello! I mean it. Tidak banyak konteks yang saya kuasai. Saya hanya berusaha melawan kepanikan, atau mungkin sekadar membungkamnya. Wawancara mendebarkan itu mulai berjalan santai dan akhirnya selesai. Kami sebagai pewawancara dikenyangkan dengan berbagai pesan.
Esoknya setelah menelpon mas Agus Tato, kami mengujungi Yayasan yang ia dirikan. Sebuah petak rumah mini untuk anak-anak penduduk sekitar datang dan belajar bersama. Setelah berputar mencari alamat, saya bersama empat teman lelaki berbaju hitam menemukan gang yang dimaksud. Saat driver taksi online mulai menurunkan kecepatan, sebuah pemandangan hadir. Di pinggir jalan dua laki-laki membentak dan memarahi seorang laki-laki di dalam mobil. Bukan adegan bercanda jika dilihat dari ekspresinya.
"Ini memang gang preman, mbak" kata sang supir.
Kepanikan datang lagi. Mimpi apa juga semalam saya singgah ke gang semacam ini. Keempat teman saya hanya tertawa melihat respon kepanikan yang memang gagal saya tutupi. Kami berjalan cepat menuju rumah Yayasan tersebut. Sebuah petak tak luas berdinding warna merah muda. Kami segera hanyut dalam durasi menyenangkan bersama anak-anak SD yang sedang belajar bersama.
Dari rangkaian pelayanan ini, saya menjadi makin akrab dengan sisi diri yang mudah panik. Saya belajar memperlakukan kejutan hidup dengan lebih santun dan tidak berlebihan. Misalnya dengan kemampuan menarik nafas dan mendamaikan diri. Serta secercah kepercayaan bahwa rekan di samping saya bisa diandalkan.
Dimulai dari isu "intimidatif" mas Agus Tato, jadwal wawancara mendadak, hingga adegan preman yang berulah, semua menjadi bumbu yang layak dikenang.
Sang Pencipta bukan saja Maha Kuasa dan Maha Romantis, dengan membukakan berbagai peluang bagi kami. Ia pula agaknya Maha Humoris, yang kerap mencari alasan tertawa hingga mengijinkan umat-Nya berkeringat dingin atas sesuatu yang memang Ia jaga agar tidak membahayakan samasekali.
"Semarang menjadi arena membungkam kepanikan dan mengetahui bahwa Ia adalah Tuhan!"
Bagi saya tidak ada konklusi lain yang lebih baik dari ini.
0 komentar
wanna say something? ^^