Welcome to our website !

Tentang Sesuatu

Segalau apapun, pasti tetap tentang sesuatu, entah Tempat atau Teman, entah Pendapat atau Pengalaman.

4 Hari yang Berarti: Terima Kasih Murid!

By Jumat, Februari 09, 2018

Setelah pergi dua pekan penuh, ada sedikit rasa takut untuk kembali ke sekolah. Rasa kuatir berkeliaran di hati sehingga membuat doa saya di Senin pagi menjadi lebih sungguh-sungguh. Memang manusia, dalam kondisi tertentu menyuarakan baris doa lebih lantang dari biasanya.

Di antara berbagai macam pikiran negatif, satu yang paling saya takutkan bukan justru tatapan penghakiman dari rekan kerja yang harus menanggung jam kosong saya selama 10 hari pergi, namun rasa asing pada murid. Saya takut jika mereka memberi tatapan asing tanda tak kenal. Atau ekspresi marah lantas mengabaikan keberadaan saya. Oh sungguh, membayangkan saja mengerikan apalagi harus menelannya.

Sayangnya tidak ada pilihan untuk bersembunyi, maka mau tak mau saya jejakkan kaki di ruang guru, pastinya dengan hati yang terus bergumam sendiri. Ada tatapan yang aneh, seperti yang saya duga. Saya seakan seorang guru baru yang tidak mengenal seorangpun. Saya bahkan salah tingkah bagaimana harus memulai interaksi. Untungnya kondisi demikian hanya bertahan sekitar setengah jam, sebab waktunya saya naik ke lantai empat dan menyambut anak kelas saya. 26 siswa yang mungkin tatapannya akan menjadi paling menyakitkan.
Berjarak lima atau enam langkah dari pintu ruang kelas 7A, satu anak berteriak memberi tahu teman-temannya, “miss adiss balik”. Saya butuh kemampuan khusus saat itu untuk menahan air mata. Rasa haru dan secercah rasa bersalah. Saya masuk ruangan dengan senyum sangat lebar, menyapa mereka yang kerap bikin jengkel dan marah tapi nyatanya paling saya sayang dan rindukan. Ekspresi polos mereka sebagai remaja nihil penghakiman, hanya ada penyambutan yang diisi dengan rasa kangen dan sukacita. “yeaaay miss renungan lagi” // “miss Adiss makin gosong hihihi” // “miss hari ini Sandra ulang tahun”. Saya tahu betapa berharga arti “pulang” saat itu. Di sebuah ruang kelas pojok lantai 4.

Agaknya Tuhan tahu ada rasa rindu yang sebegitu menggebu, hingga semingguan ini setiap kali menggantikan guru yang tidak masuk, jam inval selalu istimewa. Saya kebagian masuk ke pelajaran seni rupa, olahraga, hingga ekskul dance, yang artinya menambah interaksi saya bersama siswa dengan rupa yang ekspresif dan ruang yang leluasa. Segala ketakutan saya samasekali tidak terbukti. Justru empat hari ini (Senin-Kamis) semua detail terasa jelas dan layak dikenang. Misalkan saat beberapa anak kelas 9 menyapa saya: “miss kapan PKn lagi” // “long time no see miss!” // “yeaay diinval miss adiss”. Bahkan dua hari lalu, seorang siswa kelas 8 (yang tidak saya ajar tahun ini) yang sering membuat jengkel para guru, bisa-bisanya menyapa di tangga: “miss kok lama kita ga ketemu”.
Tepat kemarin tiga siswi kelas saya menghampiri:
“miss kami mau ikut lomba lho sama mr. El”
“oh bagus. Semangat ya. Miss doakan” balas saya samping menepuk pundak salah satu dari mereka
“iya miss, doanya miss terbaik pokoknya! Kita doakan pas renungan pagi ya miss” kata seorang siswi dengan gerak tubuh yang amat lincah.
Sebagai seseorang yang bahasa kasihnya memang “word of appreciation”, perkataan semacam itu jelaslah terpatri dengan penuh kesan manis.


Hati saya terus dibahagiakan bukan kepalang, apalagi ketika beberapa siswa di kelas yang berbeda bahkan mendekat dan berkata “miss dari mana, ayo cerita-cerita miss” // “miss habis ngapain sih, bagi cerita miss”. Rasanya tujuan saya mengembara dan mencari ilmu jauh dan mahal, langsung terbayar. Saya bisa cerita soal makna kematian bagi orang Toraja, saya bisa cerita tentang makanan unik yang baru saya coba, saya bisa cerita apapun yang saya dapatkan bukan dari laman pencarian daring namun dari pengalaman saya sendiri. Ada beberapa orang yang memandang miring pilihan saya pergi, tidak profesional mungkin dianggapnya. Pastilah itu anggapan wajar walau tak sepenuhnya benar. Tapi biarlah hati ini tetap terjaga, bahwa seorang miss Adiss tidak akan serajin ini untuk mendapat pengalaman baru, jika tidak untuk kembali dan memperkaya para siswa.

Kerap kali saya disedihkan sebab beberapa orang yang berpikir bahwa saya telah kehilangan kecintaan dan panggilan saya sebagai seorang pendidik. Praduga itu mungkin berangkat dari pengamatan bagaimana saya sangat menikmati aktivitas berkomunitas dan menulis. Dan saking kuatnya anggapan itu, ada kalanya saya mempertanyakan diri saya sendiri dan menganggap itu sebagai sebuah kebenaran. Tapi empat hari dengan tipikal interaksi hangat bersama siswa dan bagaimana mereka sukses membesarkan hati saya berulang-ulang kali, saya yakin bahwa ruang kelas tetap jadi bagian cinta saya berlabuh. Seperti menulis, dan berkomunitas, semua adalah bagian dari hati ini.

Semingguan ini saya diajari untuk mengasihi tanpa banyak prasangka. Dan itu semua saya dapatkan dari para remaja. Terpenting, mereka yang menegaskan ke saya, bahwa anggapan miring itu tidak layak saya percaya. Bahwa ternyata untuk siswa, saya akan mampu terus jatuh cinta.


You Might Also Like

0 komentar

wanna say something? ^^