For Better and For Worse
Judul yang saya pilih tidak lain adalah sepotong janji suci pernikahan. Entah sudah berapa banyak juta pasang manusia saling cinta telah menyatakannya dalam pelbagai bahasa yang berbeda. Sebuah janji pada pasangan, dihadapan para keluarga dan pemuka agama, menjadi awal sebuah perjalanan rumah tangga dimulai. Dari satu kalimat banyak tanggung jawab yang akan diemban masing-masing pengucapnya.
Saya belum menikah, jadi saya jelas tak dapat menghayati janji itu secara utuh. Tapi ijinkan saya membagi apa yang saya pikirkan dari kalimat janji suci itu.
janji yang serius tapi sangat manusiawi.
"for better and for worse",
adalah sebuah ungkapan yang siap akan perubahan.
tidak dikatakan "for good and bad" yang merujuk ke kondisi stagnan,
janji "better and worse" menyimpan misteri perubahan yang PASTI akan dialami pasangan.
Di balik janji "for better" berarti ada sebuah kesiapan menapaki tindakan yang lebih baik. Pekerjaan yang lebih baik, mengharuskan pilihan pindah kota tempat tinggal yang sudah nyaman. Mimpi studi lanjut di luar negeri, atau banyak pencapaian lain. Mungkin terlihat lebih mudah dibandingkan menerima "for worse" tapi mutlak perlu ada kesiapan. Belum lagi perubahan karakter atau kebiasaan tertentu. Memang idealnya terjadi demikian, mari dengan fair mengakui bahwa sedari kecil kita diperhadapkan dengan banyak pembiasaan baik yang nyatanya tak semua dapat melebur ke karakter kita dengan mulus.
Untuk "for worse" jelas dibutuhkan banyak sekali penerimaan dan pengampunan. Kesalahan ataupun pudarnya kondisi serba manis masa awal pernikahan. Entah siapa pencetus kalimat janji suci ini, tapi bagi saya ini JENIUS!
Dalam periode pacaran, saya menyadari bahwa penerimaan akan perubahan bukanlah hal mudah, kebanyakan karena godaan pembandingan dengan kondisi yang sebelumnya. Hal ini adalah satu babak pembelajaran khusus bagi saya. Setelah berhenti membandingkan sang kekasih dengan orang lain, lalu berhenti untuk membandingkan dia dengan diri sendiri dan berakhir pada kesimpulan bahwa kami memang punya bahasa kasih yang berbeda. Masa belakangan ini latihan bergeser untuk membuat saya berhenti membandingkan kekasih saya hari ini dengan dirinya sendiri hari lalu.
Dalam periode pacaran, saya menyadari bahwa penerimaan akan perubahan bukanlah hal mudah, kebanyakan karena godaan pembandingan dengan kondisi yang sebelumnya. Hal ini adalah satu babak pembelajaran khusus bagi saya. Setelah berhenti membandingkan sang kekasih dengan orang lain, lalu berhenti untuk membandingkan dia dengan diri sendiri dan berakhir pada kesimpulan bahwa kami memang punya bahasa kasih yang berbeda. Masa belakangan ini latihan bergeser untuk membuat saya berhenti membandingkan kekasih saya hari ini dengan dirinya sendiri hari lalu.
Daun tidak bisa menuntut Embun membasahinya dengan konsistensi sempurna setiap hari
inilah analogi yang saya tegaskan ke diri sendiri, bahwa pembandingan terhadap hari yang lalu hanya akan membawa pada tuntutan akan konsistensi sempurna yang KITA TAHU tidak akan pernah dipenuhi oleh manusia.
Proses berhenti membandingkan dan siap atas segala perubahan ini adalah satu dari sekian banyak latihan mempersiapkan diri, sebelum saya akhirnya mampu mengucapkan janji:
"loving you for better and for worse, I do" :)
NB: Riyan, tolong sabar ya..
0 komentar
wanna say something? ^^