bahasa kasih
Seperti dalam banyak bidang kehidupan, perbedaan cenderung menjadi alasan masalah. Begitu pula tentang bahasa kasih. Ekspresi mencintai yg acap kali berbeda dari setiap manusia.
Sekitar sebulan lalu, sebuah doa indah dinaikan oleh pendeta di gereja saya: "Tuhan ampunilah kami jika kami gagal memahami bahasa kasihMu, dan menganggapnya sebagai sebuah kekangan. ampunilah kami jika kami juga gagal menangkap bahasa kasih dari sesama kami"
Belakangan, kondisi jobless saya membuat saya bahkan tak sanggup bayar uang kos. hahaha (sungguh komedi paling tragis bulan ini). Saya harus pindahan, dan mengungsi. saya melihat betapa dua sahabat saya: Helen dan kak Ajeng bersedia saya repotkan untuk menampung saya dan mengantarkan saya kesana-sini.
Tulisan ini dimulai dr rasa haru, akan bahasa kasih yg mereka tunjukan pada saya: kesediaan untuk membantu. Di saat yg lain, saya dengan keterbatasan saya, sangat jarang memberikan bantuan yang nyata. Tapi, bahasa kasih saya berbicara dalam tindakan yang berbeda, yaitu pemberian.
Saya tidak pernah menuntut mereka menghujani saya dgn pemberian, sama seperti yang saya lakukan. Dan beruntungnya mereka pun tidak terlintas menuntut saya siap sedia membantu, karena saya tak akan mampu melakukannya.
Kami bersahabat baik, dengan bahasa kasih yg berbeda. Saya tidak merasa telah melakukan lebih banyak dari yang saya terima. Semoga mereka juga demikian.
Lalu, tiba-tiba saya diusik dengan perenungan mengapa hal seideal itu tak berlaku penuh pada hubungan saya dengan Riyan. Kebetulan minggu ini, saya bertemu seorang kawan baru. Di tengah-tengah obrolan, terucap sebuah kalimat: "bahasa kasihku adalah pemberian, tapi bahasa kasihnya adalah waktu yg berkualitas"
Saya terbelalak melihat itulah yang juga persis terjadi pada relasi saya sendiri.
Saya sempat digusarkan dengan melihat bagaimana usaha dari pacar yang dibawah ekspektasi saya, tentang hadiah ulang tahun. Mungkin kekanak-kanakan memang, tapi sometimes we expect more from someone, because we would be willing to do that much for them.
Tanpa mau mendetailkan masalah ini, saya sadar pada dasarnya ini tentang perbedaan bahasa kami, termasuk dalam meresponi hari penting semacam ulang tahun. Dia menemani saya EMPAT jam di awal usia baru. Setiap menitnya adalah ekspresi bagaimana dia mengistimewakan saya terkhusus di tanggal itu. Tapi saya mengharapkan lebih, berupa cake berlilin yang bisa saya tiup misalkan.
Perbedaan bahasa kami tidak semulus yang terjadi antara saya dan dua sahabat saya.
Thank to Hapsari Cinantya, teman baru super sanguin, yang membagi nasehat berharga dan menjawab sikap macam apa yg harus ada di tengah perbedaan bahasa kasih baik antara pasangan ataupun dalam persahabatan:
"Untuk segala sesuatu yang prinsip, perlu ada kesamaan. untuk segala sesuatu yg tidak prinsip, perlu ada kebebasan. Dan untuk segala sesuatunya, harus ada kasih :)"
Jika boleh menambahkan quote itu, maka kalimat yg tepat mungkin adalah: "dan untuk membedakan mana yang prinsipal dan mana yg tidak, butuh hikmat"
Tak terlalu masalah masing-masing kita memiliki perbedaan bahasa kasih, yang akan jadi masalah adalah saat kasih tidak dibahasakan samasekali. Toh sebenarnya, Pencipta kita sudah menanamkan naluri membaca bahasa kasih itu sejak dari lahir. Semacam bayi yang paham bahwa gendongan di tengah larut malam adalah bahasa kasih yang luar biasa dari orang tua, yang menentramkan dalam tidur lelapnya.
0 komentar
wanna say something? ^^