Welcome to our website !

Tentang Sesuatu

Segalau apapun, pasti tetap tentang sesuatu, entah Tempat atau Teman, entah Pendapat atau Pengalaman.

Hobi Masyarakat: Stereotype

By Rabu, Mei 20, 2015 , , , , , , , ,

Pernah mendengar istilah headskin? Sebuah teknik mencukur yang dipangkas habis dan menyisakan sekitar setengah sentimeter rambut di atas kulit kepala. Bagi kaum adam hal ini lumrah dilakukan. Seiring jaman, beberapa perempuan terinspirasi memberikan sentuhan serupa di kepalanya. Entah sejak kapan, saya mendambakan hal serupa dan akhirnya terwujud! But the purpose of this post is not for brag my new haircut by the way.

Sepulang dari tempat yang konon hanya dicintai kaum hawa tersebut (baca: salon) saya hanya bergumam sendiri merasakan lega dan bangga akhirnya bisa 'berdaulat' atas tubuh. Pergulatan gemas ini muncul pasca mengamati bahwa setiap kali saya ingin mimiliki model rambut tertentu ada saja yang memghalangi. Sebelumnya dikarenakan alasan akan mengikuti CPNS lalu kali ini karena akan kembali menjadi guru. Memiliki potongan 'yang sepantasnya' itu adalah jalan terbaik, begitu mungkin singkatnya. Masalahnya siapa yang menjadi hakim atas 'pantas' dan 'tidak' suatu hal?

"Potongan seperti itu dianggap gak sopan" begitu kata cece dan Riyan. Kenyataannya, selain mereka berdua di luar sana masih banyak yang menilai demikian.

"A stereotype is used to catergorize a group of people. People don't understand that type of person, so they put them into classifications ..." (Urban Dictionary)
"A generalization, usually exaggerated or oversimplified and often offensive, that is used to describe or distinguish a group." (Dictionary.reference.com)

Perempuan yang memiliki cat rambut atau potongan ekstrim dianggap sebagai wanita kurang baik. Seseorang dengan tato dianggap berandalan. Lelaki dengan tindik dinilai sebagai preman. Itulah yang ada di masyarakat. Bukan hanya soal fisik, ini kadang juga tentang selera musik, masih berkeliaran orang yang mengganggap bahwa pecinta heavy metal merupakan segerombolan bandit ataupun orang yang hobi melakukan aksi vandalisme. Ataupun gaya berpakaian, yang melahirkan stereotype bahwa lelaki yang menggunakan warna pink adalah kaum 'gay'. People tend to give a label, this fact has proven many times in our daily life.




Di agamaku diajarkan 'Tubuhmu adalah Bait Allah. Janganlah merusak bait Allah', sejujurnya ayat populer ini kadang digunakan semena-mena bagi orang dengan adat ketimuran yang kental untuk mengharamkan tato dan beberapa hal lain yang dianggap tidak lazim. Ijinkan saya membagi pandangan bahwa perusakan tubuh sebenarnya adalah justru saat kita enggan membudayakan hidup sehat. Rokok adalah salah satu hal yang menurut saya memang layak untuk dilarang. Sedangkan tato, itu merupakan sebuah seni yang tidak menyakiti tubuh secara berkepanjangan. Orang Kristen yang mengerti kutipan ayat diatas anehnya justru menganggap biasa perokok namun memandang sebelah mata pemakai tato ataupun tindik.

Lalu pernah satu kali teman saya membagikan cerita bagaimana seseorang di gereja kami menolak musik rock untuk masuk di musik pemuda gerejawi. Alasannya? Ketakutan bahwa akan ada biusan hal negatif yang dibawa musik tersebut di kehidupan rohani. Saya hanya geli dengan pandangan itu. Sebagai seorang Kristen Protestan yang sangat mencintai cara ibadah dengan keteraturan, saya masih selalu merinding ketika -dengan sopan- aliran musik semacam itu digunakan untuk memuji Tuhan. Rasa takjub yang sama adalah saat menyaksikan seorang dengan penampilan ekstrim tertib mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli. Seraya berdecak "semua selera, suku bangsa, dan segala faktor pembeda manusia tidak dapat menghalangi kita bersama menyembah Pencipta."

I love pixie cut, headskin, assymetric style. And I do adoring tattoo so bad. So you will say that I'm a bad Christian? Of course no. Yang akan membuat saya menjadi Seorang Kristen yang buruk adalah saat saya menyanyikan dosa dan berdansa dengan kesombongan. Saat saya makan kemunafikan dan tidur dengan kebebalan.
I'm not good at make up and I'm pretty bad with hair-do stuffs. But again, these reasons will never make me a woman anyless. Yang membuat saya menjadi wanita sepenuhnya adalah kemampuan saya untuk TUNDUK, pada Allah dan nantinya pada suami saya. Menjadi wanita seutuhnya adalah tentang saya menjalankan peran 'penolong sepadan' bagi pasangan saya.

Menjadi orang sopan, beragama, berbudaya, seharusnya tidak didasarkan pada perkara-perkara yang lekat dengan selera. Hal demikian merupakan atribut manifestasi sisi subjektif yang begitu beragam. Justifikasi sebenarnya adalah tentang tindakan dan kebiasaan, sesuatu yang lebih cocok untuk disejajarkan dengan penilaian objektif. Adat ketimuran harus dijunjung, saya tidak sedikitpun memperdebatkannya. Tentang sopan santun tindak dan tutur, mari berbangga dengan tetap menjadi 'old-style' dan bukan manusia sok modern yang lupa budaya luhur bangsanya. Tapi soal selera, tolong jadilah masyarakat yang dewasa! Berhentilah memberi label.


Untuk selera, harus ada kebebasan
Untuk yang prinsipal, harus ada kesamaan
Dan untuk semuanya, perlu ada kasih!

You Might Also Like

1 komentar

  1. Jadi kamu pake gaya rambut headskin sekarang Dis? Kalau aku sih dari dulu pengen punya tato, dan pengen ngegimbalin rambut :-D

    BalasHapus

wanna say something? ^^