Welcome to our website !

Tentang Sesuatu

Segalau apapun, pasti tetap tentang sesuatu, entah Tempat atau Teman, entah Pendapat atau Pengalaman.

Senyum Tuhan di bulan Juli

By Kamis, Agustus 06, 2015 , , , ,

"When God smiles, everything is possible" :)

Kalimat ini terus menghantuiku. Biasanya sepenggal kalimat membayang usai membaca sebuah tulisan tertentu. Tapi tidak kali ini. Entah dimana aku menemukan baris kata itu, tapi yang jelas aku yakin itu ada maksudnya.

Tidak seperti tahun-tahun dulu, biasanya menjelang ulang tahun aku akan sibuk menuliskan banyak poin keinginan. Kata (sebagian) orang, aku terlalu idealis. Tahun ini tidak. Melihat setahun sebelumnya yang tak mulus, aku memutuskan untuk lebih sibuk menulis duapuluhdua berkat spesifik yang Tuhan berikan, di antara jutaan berkat harian yang sepanjang tahun sudah aku nikmati seperti soal makanan dan kesehatan. Aku tidak banyak berkespektasi, tentang hadiah, kejutan, termasuk segala pengabulan doa. Sudah cukup keterlaluan aku menyetir hidup ini, sesekali menjadi orang yang mengalir dalam ketidaktahuan mungkin bisa membawaku pada banyak kejutan lain. Mungkin saja begitu.

SATU JULI
Hari pertama bulan ini aku buka dengan menerima tantangan untuk mulai berkendaraan pribadi pertama kalinya. Menghadapi keganasan ruas jalan Ahmad Yani Surabaya yang kadang tak ubahnya sebuah arena balapan. Hari pertama itu juga aku sambut dengan menebarkan senyum pada rekan lama di Gloria, sebuah tempat yang membuktikan bahwa aku gagal move-on soal kecintaan akan dunia pendidikan. Antusias dan sesekali cemas mewarnai bisik doa pagi itu.



10 HARI
Seminggu awal berlalu. Tepat tanggal sepuluh, jarak antara aku dan kekasihku menyempit drastis. Hari-hari kasmaranku dimulai. Aku habiskan seperempat hariku dengannya, sebagai tanda pelampiasan akan seperempat tahun yang melekat rindu.

Jumlah menit-menit tatap muka kami diwarnai dengan cengkrama bersama kakak perempuan dan ponakanku yang masih berenang dalam teduh rahim ibunya. Alasan menghemat adalah sponsor utama kami lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dibandingkan di kafe atau mall, seperti yang dulu rutin kami lakukan. Cinta bermekaran di rumah, itu ideal memang. Sekedar menonton TV dan mengobrol di ruang tamu berempat dengan keluarga adalah pengalaman emas yang bagiku seimbang dengan harga menolak berbagai ajakan pelesir. Bersama Riyan, kencanku menjadi penuh ragam. Kami olahraga bersama, dia lari dengan gagah sedangkan aku ceria mengayuh sepeda. Lain waktu kami mencuci motor putih kesayanganku, dengan diselingi canda khas penuh cinta di garasi rumah. Salah satu yang paling berkesan adalah saat kami memasak spagetti bersama. Kebawelannya adalah bumbu penyedap khusus. Baginya aku adalah koki handal, terbukti ketika semangkuk semur daging dan beberapa perkedel bulat tersaji di meja makan. "Rasanya aneh," begitu kataku menganggap bahwa kali itu aku telah gagal. Tapi priaku justru menghabiskan dengan lahapnya menu tersebut bahkan dengan nada bangga menceritakan pada ibunya tentang masakanku.

Satu yang khas dari LDR adalah pedihnya ucapan 'sampai ketemu lagi'. Kadang itu bermakna dua bulan, atau bahkan setengah tahun ke depan. Di Juanda aku sendiri melepasnya. Setelah menyeluruput kopi sembari menanti jadwal penerbangan, dengan mata berkaca-kaca, aku membiarkan jarak kembali memelukku dan membiarkan siksaan rindu mengusikku.



TANGGAL DUABELAS
Hari favoritku tiba akhirnya. Di subuh yang gelap dua manusia menyelinap di kamarku menyanyikan lagu wajib khas ulang tahun, di sela-sela cahaya lilin. Iya, kakak ku dan pacarku lah yang berada disana. Sedikitpun tidak menyangka, lelakiku yang tidak terlalu romantis menjadi begitu kreatif menyiapkan kejutan. Belum henti, di meja makan setelah melepas 23 batang lilin di atas kue tart ku, di tengah sibuk mengunyah kue coklat yang nikmat, dia menunjukkan sebuah video. Di mahakarya itu termuat kompilasi wajah para teman-teman yang entah bagaimana caranya bisa sampai disana. Sahabat kuliah, rekan kerja, sahabat pelayanan, semua ada disitu. Air mata bahagia, yang entah kapan terakhir kali aku rasakan bisa saya nikmati lagi di pipi not-so-tembem ini. 

Di pembukaan usia 23 tahunku aku hanya menikmati setiap momen yang ada tanpa terlalu sibuk dengan teknologi semu. Aku mengambil waktu berkualitas dengan segala berkat Tuhan hari itu.



HALLO LIMA-SAHABAT
Di minggu ketiga, bahagia bergilir datang dari sahabat kuliah. Satu momen pernikahan selalu jadi ajang mini reuni. Bertemu para sahabat lama selalu menyenangkan, apalagi menyaksikan satu sahabat penuh sumringah di pelaminan megah. Beberapa rutinitas lain sisa hobi masa kuliah kami lakukan, contohnya adalah karaoke. Bersenandung fals bersama dan berebut memilih lagu favorit di deretan playlist selalu berbalutkan rasa senang nostalgia. Durasi nongkrong pun tidak berlalu sia-sia banyak cerita yang membuat kami menyimpulkan wejangan: hidup ini terlalu singkat untuk sibuk memikirkan hidup orang lain.



MALAIKAT KECIL
Tepat sehari setelahnya, klimaks Juli ku datang juga. Seorang keponakan cantik yang sudah aku cintai sembilan bulan lalu sudah bisa aku elus pipi lembutnya. Membelai rambut halus rambutnya menarikku pada imaji tentang awan-awan putih tempat para malaikat menari. Bagiku, dialah malaikat itu. Seorang gadis mungil jelita yang dibungkus dalam doa lewat nama Gicelle Joella Alvaretta.


----------------------------------------

Akhirnya, kala menengok catatan tahun lalu, aku tersadar betapa hidup ini penuh kejutan. Di usia duapuluhdua aku berkata bahwa satu yang membuat hidupku tak sempurna adalah tak segeranya hadir pekerjaan (baca: http://unspokenspace.blogspot.com/2014/06/penghujung-duapuluhsatu-kurang-satu.html). Di tahun ini, apa yang hilang sudah ada kembali, sebuah pekerjaan sesuai panggilan. Harusnya itu saja sudah membuat hidupku lengkap sempurna. Sayangnya Dia masih jadi Pribadi yang menolak untuk dapat ditebak, sehingga dengan kasih merancang pelengkap lain untuk hadir dan membuat hidup seorang Claudya lebih dari bahagia. Aku serius, ini semua LEBIH DARI BAHAGIA.

Jika masa manis ini berakhir, aku tahu itu artinya aku harus kembali membuka catatan ini dan menyadari betapa ajaib arti senyuman Tuhan dalam setiap naik-turun hidup.

Untuk masa depan, ini keyakinanku: "jika Ia tersenyum maka semua hal akan menjadi mungkin." Hanya, semoga daya juangku di usia baru seimbang dengan kadar setiap utas keyakinan itu. Jika berhasil, maka sangat besar peluang aku dapat membuat-Nya tersenyum juga kepadaku.

You Might Also Like

0 komentar

wanna say something? ^^