Keindahan melayani Tuhan
Beberapa waktu lalu saya disibukkan dengan kegiatan pengumpulan dana. Lewat penjualan gelang denim, kami rindu memberikan donasi dukungan bagi komunitas CrossLine. Dana terkumpul, dan saya kira cerita telah usai.
Dengan badan kekar, ripped jeans,
dan tato gambar Yesus di lengannya,
Bang Jack -dari pihak CrossLine- dengan suara yang mulai bergetar menahan tangis tertentu.
Terungkap kemudian betapa dia bersyukur bahwa ada sebuah komunitas pemuda gereja yang membuatkan charity bagi pelayanan mereka.
Dengan nada yang makin lirih dia berkata bahwa ini kali pertama sebuah komunitas melakukan hal demikian bagi mereka. Tanpa diminta.
Seketika saya menangis. Ternyata perkara menjualkan beberapa gelang seharga 15 ribu telah menjadi berkat besar bagi sekelompok orang lain.
Bagi saya, itulah keindahan melayani Tuhan, kita diperbolehkan mendapati bahwa hidup kita yang jauh dari sempurna dapat jadi berkat. Kita mencicipi hikmah dari sebuah pilihan untuk melawan kenyamanan. Seketika lelaki kekar itu jujur berterimakasih pada kami, maka ingatan saya dibawa pada momen dimana saya riweuh balesin satu per satu chat beli gelang dan sekedar menyempatkan waktu buat kirim paketan, dan saya tahu itu sudah terbayar LUNAS.
Ada beberapa orang yang merasa menjadi orang baik saja sudah cukup. Sebagian yang lain menganggap bahwa pekerjaan adalah ladang tunggal pelayanan. Tapi sebagian yang lain memilih untuk mengurangi waktu bersantai demi melayani. Bahkan tak jarang ada yang memberi hidup untuk merangkul banyak orang. Pundi rupiah tidak sibuk mereka habiskan untuk mengikuti tren baik fashion atau lifestyle tertentu tapi untuk berbagi.
Lalu apa untungnya bagi mereka?
Kenyamanan berkurang padahal tak semua mawas akan karya dan karsanya.
Waktu santai menipis seraya dompet juga kembang kempis.
Satu kenikmatan yang mereka (dan semoga kita juga) bisa kecap dibandingkan mereka yang hanya memilih nyaman adalah: tahu bahwa Tuhan telah pakai mereka (dan semoga kita) yang super cemar buat jadi berkat.
Kenyamanan berkurang padahal tak semua mawas akan karya dan karsanya.
Waktu santai menipis seraya dompet juga kembang kempis.
Satu kenikmatan yang mereka (dan semoga kita juga) bisa kecap dibandingkan mereka yang hanya memilih nyaman adalah: tahu bahwa Tuhan telah pakai mereka (dan semoga kita) yang super cemar buat jadi berkat.
Selain itu agaknya kebahagian orang yang melayani adalah bertambahnya banyak sekali alasan untuk bersyukur. Ijinkan saya menjelaskan bagian ini. Orang yang melayani dengan sungguh memautkan hatinya bukan hanya pada urusan pribadinya. Dia pautkan rasa terhadap sebuah acara, sebuah misi khusus, atau hal lain. Sehingga ketika orang-yang-tidak-melayani hanya bersyukur atas apa yang ada di hidupnya sendiri, orang-yang-tahu-pelayanan bisa menemukan terlampau banyak alasan untuk bersyukur dan masuk ke banyak kesempatan menyaksikan betapa kerennya Tuhan.
Tidak ada karya hebat yang lahir dari sebuah keegoisan menomorsatukan kenyamanan. Jika Dia yang adalah pemilik semesta mau melawan kenyamanan surga buat menyelamatkan kita, masak kita terlampu jijik merangkul mereka yang dianggap hina?
0 komentar
wanna say something? ^^