Welcome to our website !

Tentang Sesuatu

Segalau apapun, pasti tetap tentang sesuatu, entah Tempat atau Teman, entah Pendapat atau Pengalaman.

mungkin judul yg tepat: jangan lupa bersyukur

By Selasa, April 16, 2013 , , , , , ,

Dimulai dari satu gelas air mineral di tangan, kenangan saat awal-awal perkuliahan muncul seketika.


Kuliah benar-benar hal besar buat saya. Melihat papa mama yang tidak mampu membiayai sekolah tingkat lanjut ini. Puji Tuhan ada satu orang yang mau bermurah hati membiayai kuliah HI ini, walaupun harus mengubur mimpi terbesar saya sebagai seorang psikolog karena tidak mendapat restu dari beliau (mari kita sebut dia sebagai ‘papa angkat’). Hanya karena belas kasihan, tepat seperti kata dasar nama belakang saya ‘eleos’ saya bisa kuliah di jalur paling murah di jurusan dan universitas yang juga banyak diimpikan orang. Dengan uang yang begitu terbatas setiap bulannya, saya berusaha untuk survive. Menjadi mahasiswa dengan gadget atau fashion terbaru adalah hal terakhir yang saya pikirkan. Bisa makan, dan sesekali mampir di mall itu besar sekali. Puji Tuhan ada kakak perempuan yang membuat barang-barang di lemari saya bisa bertambah sedikit demi sedikit. Beasiswa pun saya dedikasikan untuk membayar SPP semester.

Tapi anehnya, dengan keterbatasan semua itu, cinta mula-mula saya pada-Nya selalu mendamaikan. Tidak pernah resah, apalagi khawatir akan kelaparan, sama seperti dilema tentang gelas mineral itu. begini ceritanya.. papa angkat saya terlambat mengirim uang bulanan dan akhirnya saya hanya punya uang  satu logam 500 rupiah. Dilemma terbesar saat itu adalah: "500 ini untuk air mineral atau kerupuk?" Meminjam uang adalah pilihan paling saya hindari, dan ditengah keputusasaan itu saya pergi kuliah menuntut ilmu dengan perut terisi satu gelas air mineral. Sepulang kuliah sore itu, seperti hari-hari sebelumnya, saya mengunjungi mesin ATM dan melihat apakah ada angka disana sudah bertambah panjang atau tidak. Dan senyumpun merekah. Terlambat ukuran manusia, tapi tidak bagi Bapa. Dia tau, sore itu adalah rupiah terakhir saya, Dia memberikan tepat waktu. Satu hari terlambat, saya akan pingsan kelaparan (tidak akan sampai meninggal, karena papa mama dan cece pasti bakal ngelakuin apapun saat tau saya pingsan kelaparan ^^). Dan jika terlalu cepat, mungkin saya tidak akan merasakan betapa manisnya dilemma uang 500rupiah itu..
Nyatanya benar, pengalaman itu meneguhkan saya hari ini. Seperti saat itu, uang bulanan bukan terlambat tapi tidak dikirim bahkan. Lalu seorang kawan yang sedang ada urusan kecil datang kekos, lalu dengan kepolosannya memberikan satu gelas air mineral. Kebetulan? Mungkin. Tapi entah, ini menguatkan.
Godaan untuk tidak bersyukur menjadi sangat besar belakangan. Saya akui itu. Ketika saya mengingat kenapa saya tidak kuliah dengan biaya orang tua sendiri? Kenapa usaha papa mama ditipu orang? Kenapa mereka begini dan begitu? Kenapa papa angkat saya justru begini di masa-masa akhir kuliah? Mengapa saat cece saya sedang banyak menabung untuk pernikahannya? Mengapa ini dan mengapa itu. Ah banyak sekali. Ingin pecah rasanya kepala ini. Tapi saya patuh pada nasihat seorang sahabat saya (Sinta) “dont ask, because a question just leads you to another question”.
saat ini ‘damai sejahtera melampaui segala akal’ versi paulus benar-benar saya rasakan. Momen paskah memperkayanya. Tuhan membasuh kaki murid-Nya dan penyaliban-Nya untuk orang berdosa seperti saya adalah dua momen favorit paskah yang benar-benar menampar saya dengan pertanyaan “kenapa masih ada ragu? Apakah Hati dan Nyawa-Ku belum cukup bagimu?”
Iya, itu cukup, lebih lebih dari cukup. Air mineral, hati-Nya saat berlutut membasuh kaki, dan nyawa-Nya untuk menebus dosa, memperteguh saya malam ini. Membuat saya rindu memutar memori masa lalu sembari berbagi bagaimana Tuhan sungguh peduli. Ada dua momen favorit saya:
Saya ingat saat dapat uang karena mencoba ‘online shop’ akhir 2010, dengan motif berbagi ke sesama di masa natal, namun di saat yang sama helm saya hilang dan harus segera membeli yang baru. Hampir saja egois dan menggunakan uang itu untuk kepentingan pribadi, namun ketika saya ‘mengalahkan’ godaan itu, Tuhan memberikan hadiah. Satu helm keroppi yang kakak perempuan saya dapatkan (dapatkan, garisbawahi itu. Bukan belikan) kebetulan? Mungkin. Tapi itu keroppi, helm yg saya suka. Sudah penuh goresan karena itu helm bekas orang, tapi bahagianya luar biasa. Perlu lebih dari sebuah kebetulan untuk skenario semacam itu.
Saya ingat juga saat saya selesai rapat pelayanan dan tepat saya berpuasa. Saya berbisik ke Tuhan “Tuhan, adis capek banget. Bisa engga buka puasanya tanpa melangkah ke luar kosan?”. Dan, sms masuk. Satu teman mama di gereja lumajang sedang ada disurabaya dan mengunjungi saya, dan…. Membawakan makanan!! Buka puasa yang penuh haru.
Yang terbaik di antara semuanya? Adalah bagaimana Tuhan mengembalikan keluarga kami. Tuhan menunjukkan saya tepat di mata dan telinga saya, bagaimana Dia memakai momen terburuk sebagai pintu masuk terbaik. Mama papa saya berpisah sekitar dua tahun. Saya dan mama tinggal di rumah pakde saya, dengan segala kecukupan. Dan papa sendirian di rumah lama kami. Itu masa yang sulit bagi seorang anak perempuan, percayalah. Sampai suatu hari, ada insiden besar yang menyakitkan dan singkat kata membuat saya dan mama diusir. Dan satu-satunya pilihan adalah kembali ke rumah lama, kembali ke papa. Oh Tuhan, itu insiden yang begitu menyakiti kami tapi jadi awal mama dan papa bersatu kembali. Adakah yang lebih indah? Saya kembali ke rumah yang atapnya sudah bocor, dan dengan segala kesederhanaannya. Tapi saya bahagia lagi-lagi melebihi segala akal.
Dan sebenarnya, walaupun papa mama saya tidak cukup mampu membiayai kuliah saya, saya tidak punya sekecilpun hak untuk mengeluh. Mereka luar biasa. Ditengah keterbatasannya, saya tidak ingat kapan saya tidak makan enak saat saya pulang kampung halaman. Bahkan sesekali, papa dengan sepeda motor tuanya menyisihkan uang untuk membelikan saya duren, buah kesukaan. Bahkan pernah satu kali saat kartu ATM saya hilang, tepat akhir pekan, tepat uang di dompet bersisa 5000, tepat saat cece marah-marah dan tidak berbelas kasih, mama jauh-jauh dari lumajang mengantarkan ayam goreng dan uang 50ribu. Tangis saya pecah saat itu, seharian, dan kapanpun saya mengingatnya kembali, termasuk sekarang. Dan cece? Jangan tanya. Dia benar-benar malaikat tidak bersayap, kakak terbaik di dunia, sahabat pertama, mama kedua, buat saya.

Saya tidak cukup terbuka untuk ini semua. Hanya sahabat-sahabat terdekat yang tahu kisah hidup saya. Inipun hanya kepingan kecil diantara keseluruhan skenario 20tahun usia saya. Saya cukup malu mengakui ketidaksempurnaan hidup saya. Tapi, entah malam ini saya ingin berbagi itu semua, mungkin salah satunya karena terlalu banyak praduga yang menuduh bahwa hidup saya begitu enaknya, atau begitu nyamannya, sehingga mereka jarang melihat saya bersedih. Saya tersenyum dan penuh syukur bukan karena hidup saya mudah, atau enak, atau nyaman. Tapi karena saya sudah merasakan hidup yg jauh lebih susah dari sekarang. seseorang tidak akan menangis karena makanan tidak enak, jika dia pernah kelaparan. ya seperti itulah. Kedua, saya merasa begitu berdosa jika bermuram diri. Saya selalu terkesan dengan nasihat dari fransiskus Asisi kepada burung-burung “hei burung, jangan jatuh pada dosa tidak bersyukur. Sebab Pencipta-mu memberimu bulu-bulu sebagai mantel, sayap untuk terbang, lalu menjadikan udara yang halus bersih sebagai rumahmu dan memenuhi segala kebutuhanmu tanpa engkau perlu menabur.” Ini nasihat untuk burung, tapi kalimat “jangan jatuh pada dosa tidak-bersyukur” itu selalu saya ingat. Bukan bulu, tapi Tuhan memberikan saya pakaian yang lebih dari cukup. Bukan sayap, tapi Dia memberikan kaki yang kuat untuk melangkah, bahkan berkat dan kesempatan hingga kaki saya bisa menapak ke negeri orang tahun ini. Udara, walau berpolusi, juga alasan bersyukur, pun atap yang melindungi dari hujan dan badai. Saat kekhawatiran terlihat paling masuk akal dibandingkan pengharapan, saya menahan air mata dan mengelus dada sembari berkata: “lebih dari burung pipit dan bunga bakung kok”.

Curahan hati penuh syukur ini, saya tutup dengan satu pujian dari NKB 09:

“Tak ku tahu akan hari esok, namun langkahku tegap.
Bukan surya ku harapkan, karna surya akan lenyap.
O tiada ku gelisah akan masa menjelang,
ku berjalan serta Yesus, maka hatiku tenang.

Tak ku tahu akan hari esok, mungkin langit akan gelap.
tapi Dia yang berkasihan melindungi ku tetap.
meski susah perjalanan, gelombang dunia menderu.
DipimpinNyaku bertahan sampai akhir langkahku.

Refrein:
Banyak hal tak ‘ku fahami dalam masa menjelang.
Tapi t’rang bagiku ini: Tangan Tuhan yang pegang."


Selamat paskah kawan. Terimakasih telah membaca tulisan random ini. :) jangan lupa bersyukur!

You Might Also Like

0 komentar

wanna say something? ^^