Welcome to our website !

Tentang Sesuatu

Segalau apapun, pasti tetap tentang sesuatu, entah Tempat atau Teman, entah Pendapat atau Pengalaman.

12 Paragraf

By Minggu, April 12, 2015 , , , , ,


(Hampir) setahun sudah, usia hubungan kami. Melewati banyak kata maaf dan terimakasih. Diisi dengan ribuan kata panggilan ‘sayang’ yang kerap menguap di tengah amarah. (23 kata)
365 hari kami merajut kasih, diselingi doa dan kemesraan, kadang berganti pertengkaran konyol yang pada akhirnya berujung tawa geli. Kami bergantian merendah untuk bersedia diisi. Berusaha tangguh untuk layak mengisi. (30 kata)
Setelah menjalani proses panjang, orang kerap bertanya pada kami “kenapa harus perlahan jika bisa cepat?” Betul juga. Tapi agaknya mereka lupa bahwa ada kenikmatan khusus yang tidak akan dirasakan jika tergesa-gesa. Waktu adalah penguji terbaik. Jarak adalah tambahan faktor yang memurnikan. Apakah rasa itu hanya asmara atau sebuah keseriusan masa depan. Proses perlahan yang lelakiku pilih adalah kebanggaan kami. (58 kata)
Aku bisa saja menuturkan segala kelemahaannya, begitu sebaliknya. Tapi setahun ini mengajarkan bahwa hubungan antara dua manusia adalah tentang berfokus terhadap apa yang baik sembari saling berproses membenahi yang kurang baik, Sesederhana itu. Tentang penerimaan dan penyesuaian. Dua orang yang sama-sama tidak sempurna, penuh beda, namun saling cinta. Akhirnya menyisakan dua kewajiban yang sama rata: meregang dan melebur. Itulah garis besar satu tahun ini. (64 kata)
Melebur. Bagian menyakitkan yang pertama. Beberapa orang (laki-laki khususnya) bahkan menganggap ini sebagai kelemahan, tapi berita buruknya adalah ini harus dilakukan. Rasa sakit itu berbanding lurus dengan imbalan kedamaian. Mengalah dan mengesampingkan kerasnya diri sendiri, bukankah ini latihan ikhlas yang sesungguhnya? Ketika ada beberapa perbedaan, dua manusia bergantian melebur kadang dengan rela seringnya dengan sedikit terpaksa. Meleburkan apa? meleburkan selera, pandangan, dan pastinya ego. Memadukan perbedaan menuju satu anggukan sepakat yang seirama. (72 kata)
Meregang. Tak ubahnya perempuan hamil. Analogi ini aku pilih setelah menyaksikan bagaimana calon ponakanku terus mengambil ruang di perut ibunya. Awalnya mengira perutnya sudah cukup membuncit dan tak akan lebih membesar lagi, namun kenyataannya berbeda. Penyesuaian ukuran uterus terus terjadi demi memberi ruang kepada manusia lain. Itulah yang dilakukan dalam hubungan. Melakukan penyesuaian dan memberikan ruang. Ada kalanya merasa “ini sudah cukup” namun kenyataannya, naluri cinta memampukan ruang itu terus membesar. Itulah jalan berbagi hidup, yaitu dengan memberi ruang. Dengan meregang. (81 kata)
Seorang kakak persekutuan kampus pernah kutanya seberapa dia yakin akan menikah dengan kekasihnya, dia menjawab 99%. Seorang Adiss terperanga heran, andai aku bisa seberani dia. Satu persennya adalah jika faktor distraksi yang benar-benar tidak bisa dikendalikan terjadi, begitu jelasnya. Jika padaku ditanyakan apakah kami pasti akan menikah? Aku tidak tahu jawabannya dan juga tidak tahu bagaimana bergeming bijak dan merdu untuk itu. Satu yang pasti, pernikahan adalah tujuan kami. Sebuah tujuan suci yang kami landasi dengan iman, pengharapan, dan kasih. Aku hanya terus berharap ini adalah kisah yang tidak mengenal pisah. (91 kata)
Dia pernah sedikit mengecewakanku soal kelalaiannya menyemarakkan hari ulang tahun dengan kejutan ataupun pemberian sesuai ekspektasiku yang mungkin terlalu tinggi. Namun di hari yang berbeda dia memberiku hadiah paling indah yang berbeda: keluarga. Ini kado terbaik sepanjang masa. Dimulai dari ibadah natal bersama orang tuanya, aku mengenal keluarga baru yang semoga kemudian dapat aku sebut sebagai mertua. Belum lagi rasa besar hati karena diperkenalkan di keluarga besar. Aku melihat bagaimana lelakiku yang tidak jago merangkai kata namun ahli membuat gadisnya tergila-gila. Bukti keseriusannya bukanlah kalimat “mencintaimu selamanya” namun sebuah tindakan mempersilahkan aku masuk di keluarga yang begitu ia banggakan. Aku lebih dari beruntung. (103 kata)
Mengasihi dengan sederhana, aku belajar darinya. Tanpa banyak basa-basi namun penuh aksi. Tidak banyak mengumbar janji namun menatap masa depan bersama dengan pasti. Suatu malam kala aku berbaring santai dengan kakak perempuanku, Riyan menelpon dan seketika membawaku pergi dari sebuah kasur empuk menuju awan-awan lembut. “Kalau tahun depan aku sudah mampu, lalu aku ajak kamu nikah, gimana?” Ah sungguh, pertanyaan yang belum terjawab itu memenangkan hatiku sebagai seorang perempuan. Tidak terburu-buru dan terus mempersiapkan segalanya, kami rajin saling mengingatkan tentang itu sembari memilih terhanyut dalam rutinitas yang tidak pernah membosankan: sekedar ucapan selamat pagi ataupun senyum melepas malam. Konsistensi dan kesetiaan, adalah bahasa romantisme universal cinta yang dewasa, setidaknya menurutku. (110 kata)
Di sejumlah hari kami bersama, di sela-sela rindu terselip pilu. Dia beberapa kali menghancurkan hatiku. Misalnya saat bertanya “kapan kita bisa tinggal satu kota?” Jawaban akan tanda tanya itu belum kami temukan hingga hari ini. Jarak yang ada bukan bencana namun bagaimanapun rindu yang menggebu itu tidak selalu nikmat. Dia sekali lagi mematahkan hati, saat jam dua pagi mengirimkan teks memberitahu bahwa dia sakit dan dengan rendah hati berandai aku dapat disana merawatnya. Miris mengusir tidur lelapku. Aku yang adalah gadisnya tidak dapat berbuat apa-apa. Merawat hanya lewat kalimat. Memberi rasa nyaman lewat ketikan tangan. Jarak membawa siksa, itu adalah fakta. Teknologi memang membantu, membuatku dapat menikmati senyum tampannya. Namun untuk gandengan tangannya yang sangat lembut, aku tetap harus sabar menunggu. (122 kata)
Memiliki Riyan membuatku menyadari betapa indahnya relasi yang berkiblat pada hubungan Kristus dan jemaat-Nya ini. Di sebuah buku rohani tentang pasangan hidup aku melihat betapa indahnya skenario saat Allah menciptakan Hawa untuk Adam. Dia yang adalah Pencipta Semesta menahan diri-Nya untuk tidak mengisi sebuah kekosongan dalam diri Adam -sebagai smbol dari semua laki-laki- dan mengijinkan ruang kosong itu hanya diisi oleh seorang dari tulang rusuknya. Peristiwa perjodohan pertama di muka bumi ini tidak henti menginspirasiku untuk menjadi wanita yang dapat mengisi sisi kosong laki-laki yang memang adalah kesengajaan Allah sendiri. Pencipta yang segala Maha itu telah menahan diri-Nya untuk mengisi kekosongan Adam, Riyan, dan seluruh laki-laki di muka bumi ini. Pengenalan akan skenario agung tersebut agaknya menyadarkan kami bahwa sebenarnya tidak ada alasan manusia tidak menahan ego-nya untuk membentuk kesepadanan dan harmoni hubungan perempuan dan laki-laki. Mengalah penuh kasih, itu adalah teladan pertama yang diajarkan Allah di taman Eden dalam skenario pasangan hidup. Pilihannya adalah kita mau meniru atau membantah? (159 kata)
Perasaan paling menyenangkan dari memiliki Riyan adalah merasa cukup. Dua teman perempuanku pernah berdebat kecil mempertanyakan tentang “mencari yang terbaik” atau “mencari yang lebih baik.” Bagiku, ada banyak orang yang lebih baik dari Riyan. Daniela Mananta misalnya. Itu sekaligus menjelaskan Riyan bukanlah yang super ataupun terbaik. Tapi ijinkan aku membagi pandangan, bahwa yang kita cari bukanlah yang terbaik ataupun lebih baik. Pencarian semacam itu sangat melelahkan. Sebenarnya yang kita butuhkan adalah menemukan yang paling sepadan. Dia yang kurang-lebihnya dapat mengisi kita dan diisi oleh kita. Aku menemukannya dalam diri Riyan Yonathan. Kenyataannya wanita bukan hanya mencari pria yang dapat membuatnya tertawa namun juga bersedia dibuat tertawa olehnya. Bukan hanya tegas untuk mengatur tapi juga memiliki hati yang bersedia ditegur. Tidak dapat dipungkiri ketika kita memberi saran, teguran atau sekedar alasan untuk tertawa, kepercayaan diri meningkat. Dari kepercayaan diri yang cukup, cinta yang sehat mengembang. Di momen Riyan tertawa, aku menjadi semakin jatuh cinta. Merasa cukup, itu perasaan sederhana yang luar biasa. Membisukan hingar bingar keserakahan manusia. (166 kata)


----
Akhirnya jika ditanyakan apa momen terindah bagiku dalam 12 bulan ini, maka aku akan jawab: saat Riyan berkata “aku merasa begitu dikasihi olehmu.” Ini adalah pencapaian dan keberhasilan terbaikku. Satu kalimat yang memperlihatkan bahwa segala usahaku ditafsirkan tepat oleh pasanganku. Kasihku pada Riyan di 12 bulan hubungan kami, sama seperti jumlah kata dalam 12 paragraf di tulisan ini: terus bertambah. Aku menulis ini dengan sedemikian, untuk menyuarakan syukurku yang tidak terhingga :)



Tentang perjalanan cintaku, aku harap kamu adalah titik. Tidak ada alinea baru setelahmu. Dan tentang lembar kisah kita berdua, aku harap setiap hari adalah koma. Selalu ada lanjutan baru yang membuat kasihku semakin bertambah.

You Might Also Like

0 komentar

wanna say something? ^^