papa dan tulisannya
Hari ini membongkar kardus tumpukan buku-buku, karena ingin menemukan satu buku agenda (almarhum) papa. Satu buku yang dia bagi untuk kami berdua bertukar tulisan. Hampir saja menguap dari ingatan, bahwa kami adalah partner kompak dalam menuangkan rangkaian kata. Ada beberapa tulisan saya yang dia salin di agenda pribadinya, dan ada banyak sajak ataupun puisi karyanya yang saya salin di buku menulis saya sejak SMP.
Jadi saya tahu, hobi berceloteh dalam baris-baris tulisan ini diwariskan dari beliau. Tipe tulisan kami juga sangat mirip, berupa kalimat-kalimat pendek, dan sangat gemar membuat rima pada akhir setiap baris. Dan kami penggila quote! Itu yang jelas.
Jadi saya tahu, hobi berceloteh dalam baris-baris tulisan ini diwariskan dari beliau. Tipe tulisan kami juga sangat mirip, berupa kalimat-kalimat pendek, dan sangat gemar membuat rima pada akhir setiap baris. Dan kami penggila quote! Itu yang jelas.
Di tengah tumpukan buku berdebu itu, ada dua buku lain yang penuh dengan tulisan khas papa. Rasa penasaranpun hinggap. Salah satunya adalah buku diary sejak tahun 1989-1991, sebelum saya lahir. Ada dua hal yang akhirnya membuat haru, tertanggal 9 Juni 1991 papa mencatat bahwa kakak perempuan saya (Elsa) membeli mainan kereta, dan selisih empat hari kemudian catatan lain berkata bahwa papa saya mengunjungi taman Kyai Langgeng (Magelang) hanya berdua dengan kakak saya itu.
Diary macam apa itu? Bukankah diary hanya mencatat yang berkesan? Awalnya geli, tapi justru dari dua catatan sepele itu saya menangkap kasih sayang besar papa saya sebagai seorang ayah pada Putri Sulungnya itu. Sehingga perkara mengunjungi sebuah taman berdua ataupun membeli mainan keretapun dipatrikan dalam sebuah goresan tinta.
Haru makin memuncak ketika saya menemukan agenda lain yang berisikan catatan dari tahun 1996-1998. Disana dituliskan sebuah puisi dengan judul nama saya: Claudya. Mengembanglah hati ini, sebelum laki-laki manapun pernah mengirim berbagai gombalan dan mampir di hati, ada sosok laki-laki yang jatuh cinta pertama kali pada saya dan di awal kasmaran sepanjang masa, puisi sederhanapun lahir.
Begini bunyi puisinya.
“CLAUDYAKaulah penyulut semangat papaKau membuat papa bergairahKau membuat papa penuh energi dan dayaPapa tiada rentaBerdegup kencang jantung iniMemacu diriTerus berlariMengejar prestasi yang lebih baik lagiPapa tiada merasa letihApalagi tertatihAkhirnya raih reputasiDemi Claudya jantung hatiKasih papa takkan terhentiPasti”(karya: Yoseph Tio)
Hari ini, sejak menit setelah saya menemukan tiga buku warisan papa, saya tersadar apa arti penting sebuah buku, atau setidaknya tulisan. Lembaran kisah, tuturan kata, hal paling sepele atau luar biasa, merupakan warisan berharga. Tulisan adalah bukti bahwa kita pernah hidup, bukan hanya pernah “ada.” dan saya pastikan, anak saya akan memegang hal yang sama nantinya, sebuah buku yang membuat gagasan dan cinta saya tetap hidup walau kata (almarhum) sudah disematkan di awal nama saya :)
Terimakasih papa, nama “Tio” darimu yang terselip dalam namaku, ternyata mewariskan darah kecintaan yang sama, yaitu pada tulisan. Dan pastinya, terimakasih atas puisinya :) I always miss you.
0 komentar
wanna say something? ^^