kita dan teroris
13 November lalu menjadi catatan penting bagi kita betapa semakin keji dan kejamnya kehidupan. Isu terorisme terus bergulir di berbagai penjuru dunia. Kita menjadi mudah untuk berkata #prayfor #paris #lebanon #baghdad apalagi dengan sosial media yang kita punya. Tren masa kini adalah jempol kita bergerak lebih cepat dari aksi yang ada. Quote yang saya angkat merupakan wujud sindiran bagi kita yang sangat getol menampilkan empati kepada dunia luar yang begitu jauh tapi kesulitan untuk mencintai sesama kita di sekitar.
Mewujudkan kemanusiaan tidak selalu berarti kita terjun ke lapangan sebagai tenaga sukarela ataupun mengekspos berbagi kalimat empatik. Satu hal yang tersisa untuk kita jawab: "sudahkah kita benar-benar menjadi orang yang baik bagi teman kerja kita? Sudahkah kita berhenti dari kebiasaan menggosip? Sudahkah hati kita damai dan terjauh dari perasaan tersinggung?"
Saya mengamati satu kebiasaan dari para pengguna sosial media di Indonesia atau mungkin dunia. Bahwa perdebatan pro dan kontra selalu menjadi hal menarik dimana semakin itu panas justru semakin baik. Masih soal prayforparis ya, saat saya menengok laman facebook saya, sebuah paragraf panjang tersodor dari seseorang yang sedang mengajukan opininya. Dia mengekspresikan rasa gerah akibat sindiran orang lalu tak lupa disusul bumbu pembelaan. Satu alis saya naik. Tanpa disadari perilaku yang mudah tersulut dan terhasut inilah yang mengabsenkan damai sehari-hari. Mudah sekali terganggu dengan respon orang lalu memberikan respon balik dan terus bergulir.
Jika karena satu ucap teman kita hati kita sudah dipenuhi amarah, jika kita gagal mencintai orang yang tinggal seatap dengan kita, sungguhkah kita sudah lebih baik dari mereka yang menghabisi nyawa?
Memang kita tidak sampai membunuh orang, tapi standar Tuhan begitu tinggi. Jika kita MEMBENCI saudara kita maka kita tak ubahnya pembunuh. Belum lagi fakta bahwa tindakan kriminalitas seperti itu tak jarang adalah akumulasi kebencian. Tanpa disadari kita ambil peran di dalamnya. Akibat tidak banyak orang yang menabur benih kedamaian, hingga yang bertumbuh subur justru amarah yang menumpahkan darah. Sekali lagi saya bertanya, sungguhkah kita sudah lebih baik dari 'mereka'?
THINK TWICE!
0 komentar
wanna say something? ^^