CAN YOU PRAY FOR ME?
Karena suatu hal murid les saya mendadak ketakutan akan pikirannya sendiri. Bocah kelas 2 SD yang jago bahasa inggris itu, terisak keras sembari memegang kepala berusaha melupakan suatu kata yang menghantui. Sampai di satu titik kala sudut matanya masih basah, dia menangkupkan tangan sembari menengadah ke saya yang memang lebih tinggi, lalu berkata: "can you pray for me?"
Hati saya luluh, Seorang makhluk polos di hadapan saya dengan sangat santun meminta sesuatu yang tidak akan pernah menjadi terlalu mahal untuk dilakukan: DOA.
Sebagai guru di sekolah rohani, sebagai anak dan adik, sebagai kakak bimbing, sebagai sahabat, dan sebagai pacar, memimpin doa bukanlah hal yang asing. Sedari kecil papa saya sudah membiasakan untuk saya memimpin doa di meja makan. Menampung sebuah private message berisi "dis doakan aku ..." Juga terlampau sering saya terima. Tapi sore ini ada seorang bocah yang sangat bergumul dengan karakternya memohon guru les yang baru ia kenal seminggu untuk menghadap Pencipta. Entah kenapa saya begitu terkesan dengan adegan tadi. Setiap kata dan ekspresinya seakan berjalan lambat berulang di otak.
Kita tidak pernah tahu dari mana pelajaran akan didapat, kita tidak pernah tahu berkat macam apa yang hadir lewat seseorang, dan jelas kita tidak pernah bisa menerka orang atau kejadian seperti apa yang dapat Tuhan pakai untuk mendidik kita. Siapa sangka dari anak SD, seorang dewasa justru ditegur.
Sangat penting agaknya untuk mengenalkan tentang Pencipta sedini mungkin pada seorang individu. Indah sekali lho saat kita mengalami kesusahan, kita tahu kemana kita harus pergi. Dan bayangkan saja jika itu terjadi sejak sekolah dasar atau bahkan sebelumnya. Tidak ada jaminan memang seorang anak yang dikenalkan Tuhan sedari kecil akan mudah dididik atau pasti jadi anak yang baik, tapi poinnya adalah dia tahu bahwa segala hal dapat dia bawa ke Tuhan dan tahu pasti bahwa Dia dapat diandalkan. Ketika seseorang tahu bahwa dia harus berdoa minta tolong saat PR-nya sulit, saya yakin itu akan membiasakan dia juga merendah untuk masalah-masalah lebih besar dalam hidupnya kelak, untuk belajar tunduk mengandalkan Dia.
Dari sisi saya sebagai orang dewasa, adegan ketulusan tadi mengingatkan apa yang Paulus pernah bilang "Dia menggunakan yang bodoh untuk mempermalukan yang bijak", begitu kira-kira isi suratnya dan begitu pula simpulan kejadian tadi. Saya jarang sekali berdoa belakangan ini, bukan karena saya merasa mampu, tapi simple karena saya tahu bahwa solusi dari masalah adalah tindakan nyata. Saya lupa satu hal: meminta tolong pada Empunya hidup. Meminta arahan dan kekuatan, saat melakukan tindakan-tindakan tersebut. Kadang kita memisahkan antara hal rohani dan non-rohani, untuk yang kita kira perkara rohani kita getol doakan tapi untuk sebagian yang tidak rohani kita cuek bebek dengan pendapat dan pimpinan-Nya. Padahal bahkan perkara degup jantungpun adalah sebuah kemurahan Pencipta. Aneh sekali jika kita mengkotakkan perkara antara "silahkan Tuhan, masuk dan tolong aku" dengan "tidak perlu Tuhan, ini bukan tentang aku dan Engkau."
Seorang bocah yang ketakutan dengan kata "cookies monster" tahu bahwa dia harus lari ke Tuhan dulu sebelum berupaya menghapus ketakutannya. Masakkah kita lupa bahwa kita harus lari padaNya dulu untuk sgala sesuatu?
Semoga memberkati :)
2 komentar
nice dis :)
BalasHapuslho sudah sampai disini.. thanks kak :)
Hapuswanna say something? ^^